spot_img
spot_img

IGPT, Komunitas Guru yang Terus Membumikan Literasi

spot_img

Sama-sama memiliki hobi membaca dan menulis, mengilhami puluhan guru di Tuban ini untuk mendirikan Ikatan Guru Penulis Tuban (IGPT). Kegiatannya mendorong semua pendidik di Bumi Wali agar memiliki karya berupa buku dan tulisan yang dikirim ke media cetak.

—————————-

AKRONIM lawas yang mengartikan sosok guru sebagai insan yang di-gugu lan ditiru (dipatuhi dan diikuti, Red) mendorong Sriyatni mendirikan IGPT sekitar tiga tahun silam.

Sriyatni mengatakan, guru harus gemar membaca dan menulis. Tujuannya, menjadi teladan dan inspirasi para anak didik untuk mencetak generasi yang melek literasi.

‘’Guru harus bisa menulis, minimal tulisannya harus pernah dimuat di media cetak atau melahirkan buku antologi,’’ ucapnya.

Selama ini, IGPT sudah banyak menggelar kegiatan untuk membumikan literasi. Salah satunya mengadakan Pelatihan Sagu Sabu (Satu Guru Satu Buku) bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Tuban beberapa bulan lalu. Dari pelatihan yang diikuti 50 guru tersebut langsung melahirkan 50 buku.

‘’Kedekatan masyarakat Tuban terhadap literasi masih sangat kurang, yang melirik buku juga masih minim. Karena itu, IGPT hadir,’’ ungkap guru yang tinggal di Perumahan Ningrat, Tuban itu.

Sriyatni mengakui belum semua pendidik akrab dengan kegiatan literasi. Dia terang-terangan menyebut masih banyak guru yang pandai mengajar, tapi tak pandai menulis dengan baik. Mereka inilah yang difasilitasi IGPT untuk sama-sama belajar bareng melalui komunitas. Para pendidik tersebut dilatih dan didukung untuk menciptakan sebuah karya buku.

‘’Guru harus bisa menulis. Untuk membuktikan kemampuan menulisnya minimal tulisannya harus pernah dimuat di media cetak,’’ tegasnya.

Kenapa harus terbit di media cetak? Guru SDN Menilo, Kecamatan Soko ini mengakui hanya tulisan hebat yang lolos terbit di media cetak seperti koran. Jika tulisan seorang pendidik pernah terbit di koran, bisa disimpulkan dia memiliki tulisan yang layak dibaca orang banyak atau setidaknya berstandar jurnalistik.

‘’Jika sudah bisa menulis dan terbit di koran, selanjutnya tinggal dibimbing untuk menulis menjadi sebuah buku,’’ ungkap pendidik yang juga ketua Komunitas IGPT ini.

Sriyatni sedikit bercerita awal buka mendirikan IGPT yang penuh perjuangan. Saat itu, dia mengajak beberapa orang terdekatnya untuk mendirikan komunitas guru menulis, namun hanya sedikit yang merespons. Pertemuan perdana IGPT hanya diikuti 20 orang. Mereka inilah yang membuat kegiatan pertama Festival Sastra, Musikalisasi Puisi, dan kegiatan literasi lainnya.

‘’Sekarang anggotanya sudah 143 guru dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi,’’ kata dia.

Bagi yang baru belajar, tulisan mereka dikompilasi menjadi sebuah buku antologi. Bagi yang sudah berpengalaman, satu guru melahirkan satu buku. Setelah para guru akrab dengan tulisan yang dibukukan, diharapkan ilmu mereka bisa menular ke siswa. Dari kegiatan IGPT itu kini sudah lahir puluhan buku.

‘’Yang cinta literasi bisa jadi anggota. Kami bimbing sampai bisa menerbitkan buku sendiri sehingga bisa menularkan virus literasi kepada siswa,’’ ujarnya.

Juara dua lomba inovasi pembelajaran Disdik Tuban 2018 ini mengatakan, IGPT memiliki target satu tahun wajib menerbitkan minimal tiga buku dengan aliran yang berbeda.  Sejauh ini, buku yang diterbitkan para anggota IGPT selalu melampaui target.

‘’Setiap akan menerbitkan buku kami patungan untuk cetak, selanjutnya buku ini kami sumbangkan ke perpustakaan daerah dan sekolah-sekolah. Tujuannya agar semua akrab dengan buku karya guru Tuban,’’ pungkas guru berprestasi 2019 itu. (yud/ds)

Sama-sama memiliki hobi membaca dan menulis, mengilhami puluhan guru di Tuban ini untuk mendirikan Ikatan Guru Penulis Tuban (IGPT). Kegiatannya mendorong semua pendidik di Bumi Wali agar memiliki karya berupa buku dan tulisan yang dikirim ke media cetak.

—————————-

AKRONIM lawas yang mengartikan sosok guru sebagai insan yang di-gugu lan ditiru (dipatuhi dan diikuti, Red) mendorong Sriyatni mendirikan IGPT sekitar tiga tahun silam.

Sriyatni mengatakan, guru harus gemar membaca dan menulis. Tujuannya, menjadi teladan dan inspirasi para anak didik untuk mencetak generasi yang melek literasi.

‘’Guru harus bisa menulis, minimal tulisannya harus pernah dimuat di media cetak atau melahirkan buku antologi,’’ ucapnya.

- Advertisement -

Selama ini, IGPT sudah banyak menggelar kegiatan untuk membumikan literasi. Salah satunya mengadakan Pelatihan Sagu Sabu (Satu Guru Satu Buku) bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Tuban beberapa bulan lalu. Dari pelatihan yang diikuti 50 guru tersebut langsung melahirkan 50 buku.

‘’Kedekatan masyarakat Tuban terhadap literasi masih sangat kurang, yang melirik buku juga masih minim. Karena itu, IGPT hadir,’’ ungkap guru yang tinggal di Perumahan Ningrat, Tuban itu.

Sriyatni mengakui belum semua pendidik akrab dengan kegiatan literasi. Dia terang-terangan menyebut masih banyak guru yang pandai mengajar, tapi tak pandai menulis dengan baik. Mereka inilah yang difasilitasi IGPT untuk sama-sama belajar bareng melalui komunitas. Para pendidik tersebut dilatih dan didukung untuk menciptakan sebuah karya buku.

‘’Guru harus bisa menulis. Untuk membuktikan kemampuan menulisnya minimal tulisannya harus pernah dimuat di media cetak,’’ tegasnya.

Kenapa harus terbit di media cetak? Guru SDN Menilo, Kecamatan Soko ini mengakui hanya tulisan hebat yang lolos terbit di media cetak seperti koran. Jika tulisan seorang pendidik pernah terbit di koran, bisa disimpulkan dia memiliki tulisan yang layak dibaca orang banyak atau setidaknya berstandar jurnalistik.

‘’Jika sudah bisa menulis dan terbit di koran, selanjutnya tinggal dibimbing untuk menulis menjadi sebuah buku,’’ ungkap pendidik yang juga ketua Komunitas IGPT ini.

Sriyatni sedikit bercerita awal buka mendirikan IGPT yang penuh perjuangan. Saat itu, dia mengajak beberapa orang terdekatnya untuk mendirikan komunitas guru menulis, namun hanya sedikit yang merespons. Pertemuan perdana IGPT hanya diikuti 20 orang. Mereka inilah yang membuat kegiatan pertama Festival Sastra, Musikalisasi Puisi, dan kegiatan literasi lainnya.

‘’Sekarang anggotanya sudah 143 guru dari jenjang PAUD, SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi,’’ kata dia.

Bagi yang baru belajar, tulisan mereka dikompilasi menjadi sebuah buku antologi. Bagi yang sudah berpengalaman, satu guru melahirkan satu buku. Setelah para guru akrab dengan tulisan yang dibukukan, diharapkan ilmu mereka bisa menular ke siswa. Dari kegiatan IGPT itu kini sudah lahir puluhan buku.

‘’Yang cinta literasi bisa jadi anggota. Kami bimbing sampai bisa menerbitkan buku sendiri sehingga bisa menularkan virus literasi kepada siswa,’’ ujarnya.

Juara dua lomba inovasi pembelajaran Disdik Tuban 2018 ini mengatakan, IGPT memiliki target satu tahun wajib menerbitkan minimal tiga buku dengan aliran yang berbeda.  Sejauh ini, buku yang diterbitkan para anggota IGPT selalu melampaui target.

‘’Setiap akan menerbitkan buku kami patungan untuk cetak, selanjutnya buku ini kami sumbangkan ke perpustakaan daerah dan sekolah-sekolah. Tujuannya agar semua akrab dengan buku karya guru Tuban,’’ pungkas guru berprestasi 2019 itu. (yud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img