spot_img
spot_img

Program Makan Siang Gratis dan Solusinya

spot_img

HIRUK pikuk Pemilu 2024 telah usai. Meskipun proses rekapitulasi masih berlangsung, namun kita sudah bisa menebak siapa saja yang kelak menikmati kursi-kursi kencana.

Tibalah kini orang menunggu janji-janji yang harus direalisasi. Seperti pepatah “Asma Kinaryo Jopo, Wicara Kinaryo Mantra. Sabdo pandita pangandikaning ratu datan kena wola-wali.”

Maka setiap kesatria sejati pantang berlari dari sumpah dan janji. Agaknya, keyakinan itulah yang saat ini sedang menghantui hati dan pikiran para paslon pilpres. Terutama paslon nomer urut 02 yang dalam rekapitulasi KPU memiliki kecenderungan menang.

Sebagaimana diketahui, paslon 02 menjanjikan program makan siang gratis dengan total anggaran mencapai Rp 450 triliun.

Pada tahap awal, 2025 nanti diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 100-120 triliun. Kontan janji-janji itu telah membuat pemerintah yang sekarang menjadi kelabakan.

Mereka merasa harus ikut cawe-cawe dan putar otak.

Dalam sidang kabinet paripurna, Senin (26/2) terungkap bahwa pemerintah berupaya memasukkan janji paslon terpilih ke dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025.

Bahkan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ikut hadir dalam simulasi program tersebut di SMPN 2 Curug Tangerang (Jawapos. com, 1 Maret 2024).

Namun, jika program makan siang gratis dilakukan di sekolah pasti menimbulkan efek samping yang harus ditanggung.

Pertama, adalah soal terganggunya anggaran BOS yang selama ini menjadi sumber utama penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Kedua, rawan terganggunya jam  pembelajaran.

Dan ketiga, terpecahnya konsentrasi belajar siswa yang justru merupakan pilar utama dalam peningkatan mutu pendidikan.

Selama bertahun-tahun dana BOS menjadi satu-satunya tumpuan penyelenggaraan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah negeri.

Dana itu antara lain digunakan untuk menggaji guru honorer, membeli buku pelajaran, membeli media pendidikan, merawat sarpras, dan masih banyak kebutuhan lainnya.

Jika dana BOS digunakan untuk biaya makan siang gratis, rasanya tidak mungkin.

Terutama nasib para guru honorer akan menjadi lebih memprihatinkan.

Tapi, apakah program makan siang gratis bisa mengganggu jam pelajaran di sekolah?

Hal itu bisa saja terjadi, terutama jika dilakukan saat jam istirahat siang.

Pada umumnya, sekolah mengatur waktu istirahat antara 15-20 menit, sedang proses makan siang penulis perkirakan paling ringkas 25-30 menit. Belum lagi waktu  pascamakan paling cepat 5 menit.

Berdasarkan pengalaman di tahun 1997-an saat program PMTAS (Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah) diterapkan, begitu sulitnya mempersingkat waktu makan para siswa.

Di sisi lain, konsentrasi belajar siswa pascamakan siang sudah pasti akan terganggu. Pikiran siswa masih terpengaruh oleh situasi pada saat makan.

Sementara itu, para guru pun pasti akan bertambah sibuk mengatur cara dan tempat  makan anak-anak. Padahal, para guru sendiri memiliki beban pengerjaan administrasi yang sangat menggunung.

Cara Mengantisipasi
Pada 1997/1998 pemerintah Orde Baru melalui INPRES Nomor 1 Tahun 1997 telah menerapkan program PMT-AS.

Jenis menunya susu dan bubur kacang hijau yang diberikan saat jam istirahat.

Alasannya, waktu itu lebih dari 25 persen para siswa secara nasional mengkonsumsi sarapan kurang berkualitas.

Meskipun program ini cukup berhasil, namun penulis mencatat ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.

Karena itu, terhadap makan siang gratis penulis memberikan saran agar para guru/kepala sekolah jangan terlibat langsung sebagai pelaksana.

Mungkin bisa diserahkan pada komite sekolah, yayasan atau pengurus PKK desa setempat. Sedangkan kepala sekolah dan kepala desa cukup bertindak sebagai pemantau saja.

Anggaran BOS jangan diganggu sebagai sumber dana. Kecuali untuk sekolah-sekolah yang jumlah siswanya relatif besar (di atas 300) mungkin mereka memiliki anggaran BOS yang lebih longgar. Itu pun perlu rincian yang berhati-hati agar tidak mengganggu mutu pendidikan.

Bahkan, menurut penulis sumber dana makan siang gratis justru lebih tepat diambilkan dari dana desa yang sekarang tembus Rp 1 miliar. Apalagi di dalam dana desa salah satu unsur kegunaannya adalah untuk pencegahan stunting.

Kiranya sangat sesuai dengan program makan siang gratis yang tujuan utamanya untuk memberikan makanan bergizi bagi anak-anak.

Dalam hal waktu pelaksanaannya, menurut penulis lebih efektif dilakukan setelah bel pulang berbunyi. Hal ini guna menghindari berkurangnya jam pelajaran serta  menghindari terganggunya konsentrasi belajar para siswa.

Aspek lain yang tidak kalah penting dalam penerapan program makan siang gratis ini adalah perlunya persetujuan orang tua. Hal ini mengingat belum tentu semua lapisan masyarakat membutuhkan bantuan makan kepada anaknya.

Faktor penyebabnya bisa bermacam- macam. Mungkin karena pertimbangan kebersihan, karena faktor kesehatan atau bahkan gengsi karena berasal dari kelas ekonomi menengan ke atas.

Persetujuan orang tua sangat krusial untuk mengantisipasi kalau terjadi hal yang tidak diinginkan terkait dengan keselamatan anak. Semoga bermanfaat. (*)


*)Nama lengkapnya Rusman, Drs., M.Pd. Purnawan pengawas sekolah dasar Kecamatan Palang/pengamat sosial dan pegiat literasi. Aktif menulis di Facebook: Rusman Tuban.

HIRUK pikuk Pemilu 2024 telah usai. Meskipun proses rekapitulasi masih berlangsung, namun kita sudah bisa menebak siapa saja yang kelak menikmati kursi-kursi kencana.

Tibalah kini orang menunggu janji-janji yang harus direalisasi. Seperti pepatah “Asma Kinaryo Jopo, Wicara Kinaryo Mantra. Sabdo pandita pangandikaning ratu datan kena wola-wali.”

Maka setiap kesatria sejati pantang berlari dari sumpah dan janji. Agaknya, keyakinan itulah yang saat ini sedang menghantui hati dan pikiran para paslon pilpres. Terutama paslon nomer urut 02 yang dalam rekapitulasi KPU memiliki kecenderungan menang.

Sebagaimana diketahui, paslon 02 menjanjikan program makan siang gratis dengan total anggaran mencapai Rp 450 triliun.

Pada tahap awal, 2025 nanti diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp 100-120 triliun. Kontan janji-janji itu telah membuat pemerintah yang sekarang menjadi kelabakan.

- Advertisement -

Mereka merasa harus ikut cawe-cawe dan putar otak.

Dalam sidang kabinet paripurna, Senin (26/2) terungkap bahwa pemerintah berupaya memasukkan janji paslon terpilih ke dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2025.

Bahkan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ikut hadir dalam simulasi program tersebut di SMPN 2 Curug Tangerang (Jawapos. com, 1 Maret 2024).

Namun, jika program makan siang gratis dilakukan di sekolah pasti menimbulkan efek samping yang harus ditanggung.

Pertama, adalah soal terganggunya anggaran BOS yang selama ini menjadi sumber utama penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Kedua, rawan terganggunya jam  pembelajaran.

Dan ketiga, terpecahnya konsentrasi belajar siswa yang justru merupakan pilar utama dalam peningkatan mutu pendidikan.

Selama bertahun-tahun dana BOS menjadi satu-satunya tumpuan penyelenggaraan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah negeri.

Dana itu antara lain digunakan untuk menggaji guru honorer, membeli buku pelajaran, membeli media pendidikan, merawat sarpras, dan masih banyak kebutuhan lainnya.

Jika dana BOS digunakan untuk biaya makan siang gratis, rasanya tidak mungkin.

Terutama nasib para guru honorer akan menjadi lebih memprihatinkan.

Tapi, apakah program makan siang gratis bisa mengganggu jam pelajaran di sekolah?

Hal itu bisa saja terjadi, terutama jika dilakukan saat jam istirahat siang.

Pada umumnya, sekolah mengatur waktu istirahat antara 15-20 menit, sedang proses makan siang penulis perkirakan paling ringkas 25-30 menit. Belum lagi waktu  pascamakan paling cepat 5 menit.

Berdasarkan pengalaman di tahun 1997-an saat program PMTAS (Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah) diterapkan, begitu sulitnya mempersingkat waktu makan para siswa.

Di sisi lain, konsentrasi belajar siswa pascamakan siang sudah pasti akan terganggu. Pikiran siswa masih terpengaruh oleh situasi pada saat makan.

Sementara itu, para guru pun pasti akan bertambah sibuk mengatur cara dan tempat  makan anak-anak. Padahal, para guru sendiri memiliki beban pengerjaan administrasi yang sangat menggunung.

Cara Mengantisipasi
Pada 1997/1998 pemerintah Orde Baru melalui INPRES Nomor 1 Tahun 1997 telah menerapkan program PMT-AS.

Jenis menunya susu dan bubur kacang hijau yang diberikan saat jam istirahat.

Alasannya, waktu itu lebih dari 25 persen para siswa secara nasional mengkonsumsi sarapan kurang berkualitas.

Meskipun program ini cukup berhasil, namun penulis mencatat ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian.

Karena itu, terhadap makan siang gratis penulis memberikan saran agar para guru/kepala sekolah jangan terlibat langsung sebagai pelaksana.

Mungkin bisa diserahkan pada komite sekolah, yayasan atau pengurus PKK desa setempat. Sedangkan kepala sekolah dan kepala desa cukup bertindak sebagai pemantau saja.

Anggaran BOS jangan diganggu sebagai sumber dana. Kecuali untuk sekolah-sekolah yang jumlah siswanya relatif besar (di atas 300) mungkin mereka memiliki anggaran BOS yang lebih longgar. Itu pun perlu rincian yang berhati-hati agar tidak mengganggu mutu pendidikan.

Bahkan, menurut penulis sumber dana makan siang gratis justru lebih tepat diambilkan dari dana desa yang sekarang tembus Rp 1 miliar. Apalagi di dalam dana desa salah satu unsur kegunaannya adalah untuk pencegahan stunting.

Kiranya sangat sesuai dengan program makan siang gratis yang tujuan utamanya untuk memberikan makanan bergizi bagi anak-anak.

Dalam hal waktu pelaksanaannya, menurut penulis lebih efektif dilakukan setelah bel pulang berbunyi. Hal ini guna menghindari berkurangnya jam pelajaran serta  menghindari terganggunya konsentrasi belajar para siswa.

Aspek lain yang tidak kalah penting dalam penerapan program makan siang gratis ini adalah perlunya persetujuan orang tua. Hal ini mengingat belum tentu semua lapisan masyarakat membutuhkan bantuan makan kepada anaknya.

Faktor penyebabnya bisa bermacam- macam. Mungkin karena pertimbangan kebersihan, karena faktor kesehatan atau bahkan gengsi karena berasal dari kelas ekonomi menengan ke atas.

Persetujuan orang tua sangat krusial untuk mengantisipasi kalau terjadi hal yang tidak diinginkan terkait dengan keselamatan anak. Semoga bermanfaat. (*)


*)Nama lengkapnya Rusman, Drs., M.Pd. Purnawan pengawas sekolah dasar Kecamatan Palang/pengamat sosial dan pegiat literasi. Aktif menulis di Facebook: Rusman Tuban.

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img