spot_img
spot_img

Resik, Relawan Sosial Kemanusiaan yang Rutin Memberi Makan ODGJ

Untuk Bisa Berkomunikasi dengan ODGJ Harus Memahami Bahasa Hati [podcast]

spot_img

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sering kali mendapat perlakuan ekstrem mulai dipinggirkan hingga dikucilkan. Padahal, mereka juga manusia yang butuh perhatian dan kasih sayang. Inilah yang memotivasi Istafada Ilma Nafi’a untuk membentuk Resik, sebuah komunitas relawan pada Desember 2021. Salah satu kegiatan rutin komunitas inilah adalah memberi makan ODGJ.

YUDHA SATRIA ADITAMA, Tuban, Radar Tuban

‘’ADA ODGJ yang menangis saat kami kasih nasi bungkus,’’ kata Fada, panggilan akrab Istafada Ilma Nafi’a, menceritakan sekelumit kegiatan Resik.

Dengan ekspresi menangis, kata dia, itu berarti ODGJ masih bisa diajak komunikasi. Karena itulah, tidak sedikit ODGJ yang mencurahkan kebahagiaannya saat ada yang peduli  dengannya.

‘’Meski ngobrolnya tidak seperti orang normal, tapi mereka bisa memahami bahasa hati kita,’’ tutur dara 23 tahun itu.

Fada mengungkapkan, saat se seorang divonis ODGJ oleh dokter, banyak yang langsung menjauhinya. Termasuk saudara dan orang tuanya sendiri. Karena tidak ada yang mengajak komunikasi, kata dia, mereka semakin tertekan dan memilih hidup di jalan.

‘’Hampir semua ODGJ yang kami temui selalu makan dari tempat sampah. Mereka senang saat ada yang memberi nasi bungkus,’’ tutur sulung dari dua bersaudara itu.

Cewek yang tinggal di Desa Tuwiri Wetan, Kecamatan Merakurak itu mengakui tak semua ODGJ ramah terhadap orang di sekelilingnya. Itu karena tak lepas dari tekanan yang diterima dari masyarakat. Mulai hinaan, cacian, dan bahkan perlakuan buruk.

‘’Itu yang membuat ODGJ trauma hingga memilih menutup diri,’’ ujar Fada.

Bahkan, tak sedikit yang mengamuk saat didekati karena sebagai bentuk perlindungan diri.

‘’Harus didekati pelan-pelan,’’ imbuh sarjana hu kum jebolan Universitas Islam Sunan Ampel (UIN) Surabaya itu.

Kepada wartawan koran ini, Fada mengaku memiliki cara untuk mendekati ODGJ. Mulai  berbagai bentuk sapaan hingga kalimat pembuka.

‘’Bapak sudah lama di sini?’’ ujar dia mencontohkan salah satu sapaan tersebut.

Jika ODGJ tersebut merespons, lanjut Fada, itu berarti ada sinyal positif untuk melanjutkan percakapan dan memberikan makanan. Sebaliknya, jika ODGJ tersebut tak merespons, Fada memilih diam sejenak.

‘’Setelah didiamkan se jenak, biasanya orang tersebut baru bisa diajak komunikasi,’’ ujarnya.

Dalam beberapa kasus ODGJ yang sulit didekati, relawan sosial yang juga pengacara itu punya sejumlah tips. Salah satunya memberinya sebatang rokok.

‘’Alhamdulillah sejauh ini belum pernah menemukan ODGJ yang sampai mengamuk, semua berlapang dada untuk menerima kami dengan baik,’’ ungkap Fada.

Dari mana sumber dana kegiatan sosial Resik? Dia mengemukakan, setiap anggota Resik memiliki program sede kah Rp 1.000 setiap hari. Melalui sedekah tersebut, sebulan terkumpul Rp 30 ribu per anggota. Karena Resik memiliki sekitar 20 anggota, itu berarti per bulannya terkumpul Rp 600 ribu. Dana inilah yang di belanjakan nasi bungkus untuk para ODGJ yang telantar di jalan.

‘’Terkadang ada donatur yang juga ikut menyumbang,’’ ujarnya.

Apa motivasi Fada mendirikan Resik? Apa saja kendala yang ditemukan selama berhadapan dengan banyak ODGJ di Tuban? Bagaimana Fada dapat membuat percaya donatur bahwa komunitasnya benar-benar berkegiatan sosial? Semua pertanyaan tersebut dijawab lengkap dan detail oleh Fada dalam Indepth Talk Podcast Radar Tuban TV yang tayang Sabtu (24/12). Karena itu, jangan lupa subscribe, like, komen, dan nyalakan loncengnya. (yud/ds)

Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sering kali mendapat perlakuan ekstrem mulai dipinggirkan hingga dikucilkan. Padahal, mereka juga manusia yang butuh perhatian dan kasih sayang. Inilah yang memotivasi Istafada Ilma Nafi’a untuk membentuk Resik, sebuah komunitas relawan pada Desember 2021. Salah satu kegiatan rutin komunitas inilah adalah memberi makan ODGJ.

YUDHA SATRIA ADITAMA, Tuban, Radar Tuban

‘’ADA ODGJ yang menangis saat kami kasih nasi bungkus,’’ kata Fada, panggilan akrab Istafada Ilma Nafi’a, menceritakan sekelumit kegiatan Resik.

Dengan ekspresi menangis, kata dia, itu berarti ODGJ masih bisa diajak komunikasi. Karena itulah, tidak sedikit ODGJ yang mencurahkan kebahagiaannya saat ada yang peduli  dengannya.

‘’Meski ngobrolnya tidak seperti orang normal, tapi mereka bisa memahami bahasa hati kita,’’ tutur dara 23 tahun itu.

- Advertisement -

Fada mengungkapkan, saat se seorang divonis ODGJ oleh dokter, banyak yang langsung menjauhinya. Termasuk saudara dan orang tuanya sendiri. Karena tidak ada yang mengajak komunikasi, kata dia, mereka semakin tertekan dan memilih hidup di jalan.

‘’Hampir semua ODGJ yang kami temui selalu makan dari tempat sampah. Mereka senang saat ada yang memberi nasi bungkus,’’ tutur sulung dari dua bersaudara itu.

Cewek yang tinggal di Desa Tuwiri Wetan, Kecamatan Merakurak itu mengakui tak semua ODGJ ramah terhadap orang di sekelilingnya. Itu karena tak lepas dari tekanan yang diterima dari masyarakat. Mulai hinaan, cacian, dan bahkan perlakuan buruk.

‘’Itu yang membuat ODGJ trauma hingga memilih menutup diri,’’ ujar Fada.

Bahkan, tak sedikit yang mengamuk saat didekati karena sebagai bentuk perlindungan diri.

‘’Harus didekati pelan-pelan,’’ imbuh sarjana hu kum jebolan Universitas Islam Sunan Ampel (UIN) Surabaya itu.

Kepada wartawan koran ini, Fada mengaku memiliki cara untuk mendekati ODGJ. Mulai  berbagai bentuk sapaan hingga kalimat pembuka.

‘’Bapak sudah lama di sini?’’ ujar dia mencontohkan salah satu sapaan tersebut.

Jika ODGJ tersebut merespons, lanjut Fada, itu berarti ada sinyal positif untuk melanjutkan percakapan dan memberikan makanan. Sebaliknya, jika ODGJ tersebut tak merespons, Fada memilih diam sejenak.

‘’Setelah didiamkan se jenak, biasanya orang tersebut baru bisa diajak komunikasi,’’ ujarnya.

Dalam beberapa kasus ODGJ yang sulit didekati, relawan sosial yang juga pengacara itu punya sejumlah tips. Salah satunya memberinya sebatang rokok.

‘’Alhamdulillah sejauh ini belum pernah menemukan ODGJ yang sampai mengamuk, semua berlapang dada untuk menerima kami dengan baik,’’ ungkap Fada.

Dari mana sumber dana kegiatan sosial Resik? Dia mengemukakan, setiap anggota Resik memiliki program sede kah Rp 1.000 setiap hari. Melalui sedekah tersebut, sebulan terkumpul Rp 30 ribu per anggota. Karena Resik memiliki sekitar 20 anggota, itu berarti per bulannya terkumpul Rp 600 ribu. Dana inilah yang di belanjakan nasi bungkus untuk para ODGJ yang telantar di jalan.

‘’Terkadang ada donatur yang juga ikut menyumbang,’’ ujarnya.

Apa motivasi Fada mendirikan Resik? Apa saja kendala yang ditemukan selama berhadapan dengan banyak ODGJ di Tuban? Bagaimana Fada dapat membuat percaya donatur bahwa komunitasnya benar-benar berkegiatan sosial? Semua pertanyaan tersebut dijawab lengkap dan detail oleh Fada dalam Indepth Talk Podcast Radar Tuban TV yang tayang Sabtu (24/12). Karena itu, jangan lupa subscribe, like, komen, dan nyalakan loncengnya. (yud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img