spot_img
spot_img

Mortir, Harta Karun Penghuni Laut Jawa (3/habis)

Nyangkut Jala, Disisihkan ke Area Palung

spot_img

Awal 2000-an, Jawa Pos Radar Tuban beberapa kali menurunkan tulisan terkait perburuan harta karun di dasar laut Tuban. Berikut wartawan Jawa Pos Radar Tuban Dwi Setiyawan kembali mengulasnya untuk melengkapi lanjutan tulisan pembersihan Laut Jawa dari persenjataan artileri.

SALAH satu kelompok pemburu harta karun di laut Tuban tersebut berasal Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban.

Di kalangan nelayan setempat, kelompok ini cukup dikenal karena kemampuan andalnya menyelam cukup lama di dasar laut. Begitu juga kekuatannya menaklukkan kuatnya arus di dasar laut.

Keandalan nelayan pemburu harta karun menaklukkan dasar laut yang konon sangat ganas dan mempertaruhkan nyawa tersebut terbentuk secara alami. Tidak hanya menaklukkan berbagai tantangan, mereka juga mampu mengalahkan dekompresi atau kondisi ketika nitrogen atau gas lain membentuk gelembung yang mampu menyumbat pembuluh darah atau jaringan organ sang penyelam.

Gejala ini tidak ditemukan pada nelayan-nelayan pilihan tersebut. Kemarin, wartawan koran ini berusaha mencari keberadaan mereka setelah hampir 20 tahun kehilangan kontak. Penelusuran tersebut tak membuahkan hasil.

‘’Sudah nggak ada di sini,’’ ujar salah satu warga Kelurahan Sidomulyo ketika beberapa nama panggilan mereka disebut.

Dari hasil wawancara kelompok pemburu harta karun kelompok ini pada 2000, terungkap kemampuan mereka menyelam di dasar laut itu hanya bermodal peranti sederhana. Yakni, memodifikasi kom presor dan selang plus kacamata air.

Begitu juga menentukan lokasi tenggelamnya kapal. Mereka sangat hafal titik koordinatnya. Tanpa peranti GPS.

‘’Semua yang laku kita angkat,’’ ujar Sul, bukan nama sebenarnya, salah satu anggota kelompok pemburu harta karun itu.

Dari penyelaman di dasar Laut Jawa, mereka tidak hanya mengobok-obok isi kapal perang, namun juga kapal niaga pada abad XVII. Barang te muannya beragam. Mulai berbagai jenis keramik, perhiasan, pedang, uang koin dari dinasti Tiongkok, dan perkakas kapal.

Sekali waktu, mereka juga menemukan mortir. Karena tidak mau berisiko dan berurusan dengan aparat hukum, mereka menenggelamkan kembali mortir-mortir tersebut.

‘’Kita biasanya mengumpulkan jadi satu di palung (posisi cekungan di dasar laut, Red,’’ kata dia.

Penemuan persenjataan artileri dan harta berharga lain di dasar laut Tuban bukan hal baru. Itu karena perairan Bumi Ronggolawe termasuk pintu masuk kapal-kapal asing menuju Majapahit.

Mengutip indonesiancultures.com, Tuban sebagai pelabuhan internasional masih meninggalkan jejak yang sangat jelas. Salah satunya pertempuran tentara Tartar dan pasukan Wijaya yang menenggelamkan kapal dari kedua kubu yang berseteru. Belum lagi ceceran barang-barang peninggalan ekspedisi pelayaran Cheng Ho (1371—1435).

Salah satunya jangkar bermata empat yang ditemukan di Desa Bulu, Kecamatan Bancar pada 1979. Di lokasi yang sama juga ditemukan empat jangkar lainnya. Sebagian temuan tersebut sekarang ini disimpan di Museum Kambang Putih Tuban. Selebihnya disimpan di tepi pantai setempat.

Salah satu bukti sejarah terkait pendaratan kapal asing di Bumi Ronggolawe tidak hanya temuan persenjataan militer, namun juga beragam jenis barang dagangan dan perlengkapan kapal. Sudah tidak terhitung berapa jangkar kapal yang ditemukan dan diangkat ke daratan. Peranti pemberat kapal dan perahu untuk menyetabilkan posisi berhenti tersebut ditemukan tanpa sengaja.

‘’Jangkar itu tersangkut jala yang kita turunkan,’’ tutur Srianto, nelayan asal Kecamatan Tambakboyo yang menemukan jangka bermata dua kepada wartawan koran ini.

Selain jangkar, kata dia, jalanya juga kerap robek karena nyangkut mortir. Setelah mengangkatnya, Srianto kembali menurunkan mortir tersebut pada posisi di luar area tangkap. Posisi menyisihkan posisi mortir yang dianggap aman tersebut, lanjut dia,
disampaikannya kepada sejumlah nelayan lain. Harapannya, agar jala mereka tidak
tersangkut dan robek.

Arkeolog Tuban Siti Alfiah juga mengungkap temuan terakota (bis untuk sumur) dari tanah liat dan uang dinasti Tiongkok di sejumlah titik pantai di Kecamatan Jenu.

‘’Untuk memastikan mengapa uang dan terakota itu berada di tempat tersebut, perlu penelitian lebih dalam,’’ kata dia. (ds)

Awal 2000-an, Jawa Pos Radar Tuban beberapa kali menurunkan tulisan terkait perburuan harta karun di dasar laut Tuban. Berikut wartawan Jawa Pos Radar Tuban Dwi Setiyawan kembali mengulasnya untuk melengkapi lanjutan tulisan pembersihan Laut Jawa dari persenjataan artileri.

SALAH satu kelompok pemburu harta karun di laut Tuban tersebut berasal Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Tuban.

Di kalangan nelayan setempat, kelompok ini cukup dikenal karena kemampuan andalnya menyelam cukup lama di dasar laut. Begitu juga kekuatannya menaklukkan kuatnya arus di dasar laut.

Keandalan nelayan pemburu harta karun menaklukkan dasar laut yang konon sangat ganas dan mempertaruhkan nyawa tersebut terbentuk secara alami. Tidak hanya menaklukkan berbagai tantangan, mereka juga mampu mengalahkan dekompresi atau kondisi ketika nitrogen atau gas lain membentuk gelembung yang mampu menyumbat pembuluh darah atau jaringan organ sang penyelam.

Gejala ini tidak ditemukan pada nelayan-nelayan pilihan tersebut. Kemarin, wartawan koran ini berusaha mencari keberadaan mereka setelah hampir 20 tahun kehilangan kontak. Penelusuran tersebut tak membuahkan hasil.

- Advertisement -

‘’Sudah nggak ada di sini,’’ ujar salah satu warga Kelurahan Sidomulyo ketika beberapa nama panggilan mereka disebut.

Dari hasil wawancara kelompok pemburu harta karun kelompok ini pada 2000, terungkap kemampuan mereka menyelam di dasar laut itu hanya bermodal peranti sederhana. Yakni, memodifikasi kom presor dan selang plus kacamata air.

Begitu juga menentukan lokasi tenggelamnya kapal. Mereka sangat hafal titik koordinatnya. Tanpa peranti GPS.

‘’Semua yang laku kita angkat,’’ ujar Sul, bukan nama sebenarnya, salah satu anggota kelompok pemburu harta karun itu.

Dari penyelaman di dasar Laut Jawa, mereka tidak hanya mengobok-obok isi kapal perang, namun juga kapal niaga pada abad XVII. Barang te muannya beragam. Mulai berbagai jenis keramik, perhiasan, pedang, uang koin dari dinasti Tiongkok, dan perkakas kapal.

Sekali waktu, mereka juga menemukan mortir. Karena tidak mau berisiko dan berurusan dengan aparat hukum, mereka menenggelamkan kembali mortir-mortir tersebut.

‘’Kita biasanya mengumpulkan jadi satu di palung (posisi cekungan di dasar laut, Red,’’ kata dia.

Penemuan persenjataan artileri dan harta berharga lain di dasar laut Tuban bukan hal baru. Itu karena perairan Bumi Ronggolawe termasuk pintu masuk kapal-kapal asing menuju Majapahit.

Mengutip indonesiancultures.com, Tuban sebagai pelabuhan internasional masih meninggalkan jejak yang sangat jelas. Salah satunya pertempuran tentara Tartar dan pasukan Wijaya yang menenggelamkan kapal dari kedua kubu yang berseteru. Belum lagi ceceran barang-barang peninggalan ekspedisi pelayaran Cheng Ho (1371—1435).

Salah satunya jangkar bermata empat yang ditemukan di Desa Bulu, Kecamatan Bancar pada 1979. Di lokasi yang sama juga ditemukan empat jangkar lainnya. Sebagian temuan tersebut sekarang ini disimpan di Museum Kambang Putih Tuban. Selebihnya disimpan di tepi pantai setempat.

Salah satu bukti sejarah terkait pendaratan kapal asing di Bumi Ronggolawe tidak hanya temuan persenjataan militer, namun juga beragam jenis barang dagangan dan perlengkapan kapal. Sudah tidak terhitung berapa jangkar kapal yang ditemukan dan diangkat ke daratan. Peranti pemberat kapal dan perahu untuk menyetabilkan posisi berhenti tersebut ditemukan tanpa sengaja.

‘’Jangkar itu tersangkut jala yang kita turunkan,’’ tutur Srianto, nelayan asal Kecamatan Tambakboyo yang menemukan jangka bermata dua kepada wartawan koran ini.

Selain jangkar, kata dia, jalanya juga kerap robek karena nyangkut mortir. Setelah mengangkatnya, Srianto kembali menurunkan mortir tersebut pada posisi di luar area tangkap. Posisi menyisihkan posisi mortir yang dianggap aman tersebut, lanjut dia,
disampaikannya kepada sejumlah nelayan lain. Harapannya, agar jala mereka tidak
tersangkut dan robek.

Arkeolog Tuban Siti Alfiah juga mengungkap temuan terakota (bis untuk sumur) dari tanah liat dan uang dinasti Tiongkok di sejumlah titik pantai di Kecamatan Jenu.

‘’Untuk memastikan mengapa uang dan terakota itu berada di tempat tersebut, perlu penelitian lebih dalam,’’ kata dia. (ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img