spot_img
spot_img

Kemen PUPR: Identitas Pemilik Lahan yang Terdampak Proyek Jalan Tol Diprivasi

spot_img

TUBAN, Radar Tuban – Akhir bulan ini hingga awal Maret mendatang, tim pembebasan lahan dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) direncanakan turun ke Tuban. Tujuannya, menemui para pemilik lahan yang terkena proyek tol Demak—Tuban dan Ngawi—Bojonegoro—Tuban yang tersebar pada 41 desa di enam kecamatan.

Mereka diberikan sosialisasi agar rela menjual lahannya. Keenam kecamatan tersebut, Semanding, Merakurak, Kerek, Bancar, Tambakboyo, dan Plumpang.

Mahfudz Muntaha, salah satu warga desa di Kecamatan Merakurak yang terdampak jalan tol menyampaikan, dirinya bersama warga lain menyambut baik tim pembebasan lahan. Namun, dia mengingatkan pemerintah untuk mengatasi salah satu ‘‘bisul’’ yang kerap muncul dalam pembebasan lahan. Yakni, keberadaan mafia tanah.

”Para mafia itu mencari celah untuk mencuri kesempatan,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Tuban.

Warga Desa Kapu, Kecamatan Merakurak ini mengatakan, mafia tanah biasanya sangat lihai dalam mencari peluang. Dia memprediksi kabar pembangunan jalan tol di desanya dan 40 desa lain di Tuban telah diendus sejak lama. Bahkan, sangat mungkin mafia tanah sudah melancarkan aksi sejak beberapa waktu lalu.

”Sangat mungkin, mereka tahu sebelum yang lain mengetahui,” ujarnya.

Sarjana pendidikan agama Islam ini mengatakan, mafia tanah sangat berbahaya. Utamanya bagi warga terdampak proyek yang kurang mengerti, terlilit utang budi, atau terjerat utang kepadanya, atau kepada pihak lain.

Kepada orang yang demikian, lanjut Mahfudz, mafia tanah akan membeli tanah dengan harga miring atau normal. Sesaat setelah menahannya, mereka menjual dengan harga selangit kepada pemerintah yang berkepentingan.

Dalam praktik semacam ini, kata dia, yang diuntungkan justru mafia tanah karena mendapat harga tinggi. Sedangkan masyarakat hanya bisa gigit jari.

Konsultan Teknik Kementerian PUPR Ridwan Hosain menyampaikan, problem mafia tanah memang menjadi perhatian pemerintah.

Pria yang dipasrahi Kementerian PUPR untuk menyosialisasikan proyek jalan tol ruas Demak—Tuban dan ruas Ngawi—Bojonegoro—Tuban ini menjelaskan, untuk mengatasi mafia tanah, pemerintah melakukan kebijakan memprivasi identitas para pemilik lahan.

”Identitas itu tidak akan dibuka sebelum ganti untungnya beres,” tandasnya.

Ridwan sapaannya mengklaim, privasi identitas para pemilik lahan merupakan upaya yang dinilai cukup ampuh untuk melindungi masyarakat dari mafia tanah.

Pria asal Jakarta ini terang-terangan menyebut dengan memprivasi, mafia lahan akan kesulitan melacak keberadaan sasaran. Utamanya mafia tanah ulung yang bercokol di luar Tuban.

”Mereka (mafia tanah, Red) memang meresahkan. Kedua belah pihak (warga dan pemerintah, Red) diperdayai,” keluhnya.

Karena itu, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini berharap privasi identitas warga pemilik lahan ini tidak bocor sebelum waktunya.

Kepada wartawan koran ini, Ridwan mengungkapkan, jumlah kepala keluarga di Tuban yang terdampak pembangunan jalan tol sekitar 200 orang. Dari jumlah tersebut hanya sebagian yang memegang bukti kepemilikan tanah. Selebihnya kepemilikan bangunan rumah.

Dia memastikan penggusuran rumah dan pembebasan lahan warga berlangsung humanis dan sesuai prosedur. Juga, meminimalisasi cara-cara yang represif dan mengandung ancaman atau kekerasan.

Ditanya terkait harga lahan, dia mengatakan, ganti untung yang diterima warga sesuai pasaran. Dia mengisyaratkan harga lahan yang dibebaskan tidak seperti lahan kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) di Jenu. (sab/ds)

TUBAN, Radar Tuban – Akhir bulan ini hingga awal Maret mendatang, tim pembebasan lahan dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) direncanakan turun ke Tuban. Tujuannya, menemui para pemilik lahan yang terkena proyek tol Demak—Tuban dan Ngawi—Bojonegoro—Tuban yang tersebar pada 41 desa di enam kecamatan.

Mereka diberikan sosialisasi agar rela menjual lahannya. Keenam kecamatan tersebut, Semanding, Merakurak, Kerek, Bancar, Tambakboyo, dan Plumpang.

Mahfudz Muntaha, salah satu warga desa di Kecamatan Merakurak yang terdampak jalan tol menyampaikan, dirinya bersama warga lain menyambut baik tim pembebasan lahan. Namun, dia mengingatkan pemerintah untuk mengatasi salah satu ‘‘bisul’’ yang kerap muncul dalam pembebasan lahan. Yakni, keberadaan mafia tanah.

”Para mafia itu mencari celah untuk mencuri kesempatan,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Tuban.

Warga Desa Kapu, Kecamatan Merakurak ini mengatakan, mafia tanah biasanya sangat lihai dalam mencari peluang. Dia memprediksi kabar pembangunan jalan tol di desanya dan 40 desa lain di Tuban telah diendus sejak lama. Bahkan, sangat mungkin mafia tanah sudah melancarkan aksi sejak beberapa waktu lalu.

- Advertisement -

”Sangat mungkin, mereka tahu sebelum yang lain mengetahui,” ujarnya.

Sarjana pendidikan agama Islam ini mengatakan, mafia tanah sangat berbahaya. Utamanya bagi warga terdampak proyek yang kurang mengerti, terlilit utang budi, atau terjerat utang kepadanya, atau kepada pihak lain.

Kepada orang yang demikian, lanjut Mahfudz, mafia tanah akan membeli tanah dengan harga miring atau normal. Sesaat setelah menahannya, mereka menjual dengan harga selangit kepada pemerintah yang berkepentingan.

Dalam praktik semacam ini, kata dia, yang diuntungkan justru mafia tanah karena mendapat harga tinggi. Sedangkan masyarakat hanya bisa gigit jari.

Konsultan Teknik Kementerian PUPR Ridwan Hosain menyampaikan, problem mafia tanah memang menjadi perhatian pemerintah.

Pria yang dipasrahi Kementerian PUPR untuk menyosialisasikan proyek jalan tol ruas Demak—Tuban dan ruas Ngawi—Bojonegoro—Tuban ini menjelaskan, untuk mengatasi mafia tanah, pemerintah melakukan kebijakan memprivasi identitas para pemilik lahan.

”Identitas itu tidak akan dibuka sebelum ganti untungnya beres,” tandasnya.

Ridwan sapaannya mengklaim, privasi identitas para pemilik lahan merupakan upaya yang dinilai cukup ampuh untuk melindungi masyarakat dari mafia tanah.

Pria asal Jakarta ini terang-terangan menyebut dengan memprivasi, mafia lahan akan kesulitan melacak keberadaan sasaran. Utamanya mafia tanah ulung yang bercokol di luar Tuban.

”Mereka (mafia tanah, Red) memang meresahkan. Kedua belah pihak (warga dan pemerintah, Red) diperdayai,” keluhnya.

Karena itu, alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini berharap privasi identitas warga pemilik lahan ini tidak bocor sebelum waktunya.

Kepada wartawan koran ini, Ridwan mengungkapkan, jumlah kepala keluarga di Tuban yang terdampak pembangunan jalan tol sekitar 200 orang. Dari jumlah tersebut hanya sebagian yang memegang bukti kepemilikan tanah. Selebihnya kepemilikan bangunan rumah.

Dia memastikan penggusuran rumah dan pembebasan lahan warga berlangsung humanis dan sesuai prosedur. Juga, meminimalisasi cara-cara yang represif dan mengandung ancaman atau kekerasan.

Ditanya terkait harga lahan, dia mengatakan, ganti untung yang diterima warga sesuai pasaran. Dia mengisyaratkan harga lahan yang dibebaskan tidak seperti lahan kilang minyak Grass Root Refinery (GRR) di Jenu. (sab/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img