spot_img
spot_img

Ternyata Tukang Becak pun Bayar Retribusi

spot_img

Sepertinya tidak ada parkir yang benar-benar gratis di Kota Legen ini. Demi menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD), bahkan tukang becak pun ternyata harus membayar retribusi parkir.

BEBERAPA hari terakhir ini paguyuban becak di Terminal Wisata Sunan Bonang mengeluhkan tingginya tarif parkir yang dipungut oleh pemkab. Retribusi komulatif sebesar Rp 5 juta per bulan yang berlangsung selama ini dirasa terlalu berat.

Apabila merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tuban Nomor 21 Tahun 2014 tentang Penetapan Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir, mengamanatkan setiap pengguna jasa pelayanan tempat khusus parkir dikenai retribusi. Tak terkecuali becak yang parkir di Terminal Wisata Sunan Bonang Tuban. Tarifnya Rp 400 sekali parkir untuk dua jam. Lebih dari dua jam, maka berlaku tarif kelipatannya. Namun, untuk becak yang mangkal di Terminal Wisata Sunan Bonang Tuban berlaku hukum retribusi komulatif, yakni Rp 5 juta per bulan.

Meski berlaku komulatif, dan jika dihitung total lebih sedikit dari normalnya Rp 400 per becak per dua jam sekali dengan jumlah sekitar 435 becak. Namun, nilai komulatif tersebut dianggap masih terlalu tinggi dari asumsi normal yang bisa mencapai Rp 8 juta per bulan.

Ketua Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang Pukuh Suwito mengatakan, tarif   retribusi diberlakukan pemkab sebesar itu masih tidak sesuai kondisi lapangan.

‘’Rasanya masih terlalu banyak,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (18/9).

Pria akrab disapa Pukuh itu menerangkan, asumsi tingginya tarif retribusi becak tersebut berakar dari perbedaan jumlah antara abang becak anggota yang terdata dengan jumlah anggota yang riil beroperasi.

Berdasarkan catatan, total sebanyak 435 anggota paguyuban yang dipakai pemkab dalam menentukan tarif retribusi. Versi Pukuh, data tersebut tidak pas dijadikan dasar dalam menentukan retribusi komulatif. Namun, nyatanya masih tetap diterapkan.

‘’Anggota paguyuban becak yang riil beroperasi tidak sebanyak itu,’’ katanya yang kemudian menjadi dasar keberatannya terhadap tarif yang dipatok pemerintah daerah.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, pada Senin-Jumat jumlah pembecak di kawasan wisata religi tersebut kurang lebih 100 orang. Sedangkan weekend, 250 orang.

Mengacu pada fakta di lapangan tersebut, Pukuh mengaku keberatan. Bersama para anggota paguyuban, dia mendesak pemkab merubah atau menyesuaikan tarif retribusi.

‘’Minimal, ada pertemuan lagi antara kami dengan perwakilan pemkab. Berkomunikasi dari hati ke hati membahas persoalan ini,’’ imbuhnya.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Bambang Irawan mengaku menerima aspirasi Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang. Namun, untuk tindak lanjut hingga realisasi, dia tidak bisa mengambil keputusan gegabah.

Tarif retribusi Rp 5 juta per bulan sudah resmi dan cukup ideal. Itu karena di tanggung ratusan anggota paguyuban becak, bukan segelintir orang saja. Terlebih, nominal tersebut sudah hasil pengurangan atau peringanan dari tarif retribusi normal.

‘’Bukan tarif asli sesuai perda yang mengaturnya,’’ ujar pejabat akrab disapa Bambang
itu. (sab/tok)

Sepertinya tidak ada parkir yang benar-benar gratis di Kota Legen ini. Demi menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD), bahkan tukang becak pun ternyata harus membayar retribusi parkir.

BEBERAPA hari terakhir ini paguyuban becak di Terminal Wisata Sunan Bonang mengeluhkan tingginya tarif parkir yang dipungut oleh pemkab. Retribusi komulatif sebesar Rp 5 juta per bulan yang berlangsung selama ini dirasa terlalu berat.

Apabila merujuk pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Tuban Nomor 21 Tahun 2014 tentang Penetapan Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir, mengamanatkan setiap pengguna jasa pelayanan tempat khusus parkir dikenai retribusi. Tak terkecuali becak yang parkir di Terminal Wisata Sunan Bonang Tuban. Tarifnya Rp 400 sekali parkir untuk dua jam. Lebih dari dua jam, maka berlaku tarif kelipatannya. Namun, untuk becak yang mangkal di Terminal Wisata Sunan Bonang Tuban berlaku hukum retribusi komulatif, yakni Rp 5 juta per bulan.

Meski berlaku komulatif, dan jika dihitung total lebih sedikit dari normalnya Rp 400 per becak per dua jam sekali dengan jumlah sekitar 435 becak. Namun, nilai komulatif tersebut dianggap masih terlalu tinggi dari asumsi normal yang bisa mencapai Rp 8 juta per bulan.

Ketua Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang Pukuh Suwito mengatakan, tarif   retribusi diberlakukan pemkab sebesar itu masih tidak sesuai kondisi lapangan.

- Advertisement -

‘’Rasanya masih terlalu banyak,’’ ujarnya kepada Jawa Pos Radar Tuban kemarin (18/9).

Pria akrab disapa Pukuh itu menerangkan, asumsi tingginya tarif retribusi becak tersebut berakar dari perbedaan jumlah antara abang becak anggota yang terdata dengan jumlah anggota yang riil beroperasi.

Berdasarkan catatan, total sebanyak 435 anggota paguyuban yang dipakai pemkab dalam menentukan tarif retribusi. Versi Pukuh, data tersebut tidak pas dijadikan dasar dalam menentukan retribusi komulatif. Namun, nyatanya masih tetap diterapkan.

‘’Anggota paguyuban becak yang riil beroperasi tidak sebanyak itu,’’ katanya yang kemudian menjadi dasar keberatannya terhadap tarif yang dipatok pemerintah daerah.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, pada Senin-Jumat jumlah pembecak di kawasan wisata religi tersebut kurang lebih 100 orang. Sedangkan weekend, 250 orang.

Mengacu pada fakta di lapangan tersebut, Pukuh mengaku keberatan. Bersama para anggota paguyuban, dia mendesak pemkab merubah atau menyesuaikan tarif retribusi.

‘’Minimal, ada pertemuan lagi antara kami dengan perwakilan pemkab. Berkomunikasi dari hati ke hati membahas persoalan ini,’’ imbuhnya.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan Bambang Irawan mengaku menerima aspirasi Paguyuban Becak Parkir Wisata Sunan Bonang. Namun, untuk tindak lanjut hingga realisasi, dia tidak bisa mengambil keputusan gegabah.

Tarif retribusi Rp 5 juta per bulan sudah resmi dan cukup ideal. Itu karena di tanggung ratusan anggota paguyuban becak, bukan segelintir orang saja. Terlebih, nominal tersebut sudah hasil pengurangan atau peringanan dari tarif retribusi normal.

‘’Bukan tarif asli sesuai perda yang mengaturnya,’’ ujar pejabat akrab disapa Bambang
itu. (sab/tok)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img