spot_img
spot_img

Ahmad Solikin, Penyandang Disabilitas yang Pelukis Sketsa

spot_img

Keterbatasan fisik tak membuatnya menyerah pada nasib. Berbekal usaha, doa, dan restu dari orang tua, Ahmad Solikin mampu mandiri dan berkarya melalui gambar sketsa.

——————————————–

SABTU (14/5) malam, pemuda yang akrab disapa Solikin itu menghadiri acara pameran seni rupa di Warung Kopi Rakjat,  Desa Tunggulrejo, Kecamatan Singgahan. Dia berbaur dengan para seniman dan pengunjung. Ketika Jawa Pos Radar Tuban menemuinya, dia tengah duduk di sebuah kursi panjang.

Setelah membalas sapa dan menyampaikan kabarnya, Solikin, panggilan akrabnya langsung menyampaikan hal yang sekarang bisa diperbuat setelah sekian tahun tidak tahu harus berbuat apa untuk menyikapi keterbatasannya.

”Saya tidak akan bisa seperti ini kalau tidak ada rida Allah dan orang tua,” tutur pemuda kelahiran 1996 itu.

Solikin terlahir dengan keterbatasan fisik. Sehari-harinya dia menghabiskan waktu di rumahnya, Desa Sendang, Kecamatan Senori.

Kemampuan otodidaknya mencukur rambut sekali waktu dimanfaatkan sejumlah tetangganya yang datang ke rumah untuk meminta tolongnya memangkas rambut.

Menginjak usia 20 tahun, dia mulai dikenalkan dengan kegiatan menggambar oleh dua orang yang dianggapnya sebagai guru. Mereka akrab dipanggilnya Kak Khoir dan Kak Mad. Dengan bimbingan dua orang tersebut, dia berjibaku dengan rasa malas dan tidak percaya diri.

‘’Di tengah rundungan tidak percaya diri dan malas itu, saya terus belajar. Saya putuskan untuk melawan,’’ tegas pemuda dengan tahi lalat di bawah mata kanan itu.

Solikin mengakui kondisi difabel yang dialami berpengaruh besar selama menjalani masa-masa sulit tersebut. Setelah empat tahun belajar menggambar, pada 2020 dia mulai mengecap hasil jerih payahnya.

Karya sketsa dengan genre realisme menarik minat banyak orang. Terlebih, setelah sosok dan karyanya muncul di media sosial Facebook. Beberapa orang yang tertarik tersebut di antaranya pejabat Polres Tuban, kejaksaan negeri setempat, hingga anggota DPR RI Ratna Juwita Sari. Malah, Ratna Juwita memintanya menggambar sketsa dua tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari dan KH Bisri Syansuri.

Terlepas apakah pesanan tersebut bertendensi keibaan ataukah tidak, hal tersebut tidak mengganggu pikirannya.

Di mata Solikin, seluruh peminat sketsa karyanya merupakan utusan Tuhan. Hal itu yang senantiasa membuatkan selalu bersyukur. Berkat kemurahan Tuhan untuknya kini dia mampu berpenghasilan. Beban finansial orang tua dan belanja keperluan sehari-harinya banyak tercukupi dari hasil karyanya.

‘’Intensitas pesanan lumayan. Setiap minggu rata-rata menggambar satu sampai tiga pesanan,’’ tutur pemuda yang hanya lulus SD itu.

Soal tarif karya sketsanya, Solikin  tidak pernah mematok. Semua karya dilepasnya dengan harga yang ditentukan oleh keikhlasan pemesan. Paling mahal seseorang menghargai karyanya dengan harga Rp 1 juta. Setelah merasa mampu menggambar sketsa dengan pensil bermedia kertas, Solikin ingin mengembangkan kemampuannya dengan melukis sketsa bermedia kanvas dan cat. Impian lain yang dibangun adalah kejar paket B (setara SMP) di Kecamatan Montong pada Juli mendatang.

”Dengan berilmu, saya ingin lebih bermanfaat dan berguna bagi sekitar,” ujarnya. (sab/ds)

Keterbatasan fisik tak membuatnya menyerah pada nasib. Berbekal usaha, doa, dan restu dari orang tua, Ahmad Solikin mampu mandiri dan berkarya melalui gambar sketsa.

——————————————–

SABTU (14/5) malam, pemuda yang akrab disapa Solikin itu menghadiri acara pameran seni rupa di Warung Kopi Rakjat,  Desa Tunggulrejo, Kecamatan Singgahan. Dia berbaur dengan para seniman dan pengunjung. Ketika Jawa Pos Radar Tuban menemuinya, dia tengah duduk di sebuah kursi panjang.

Setelah membalas sapa dan menyampaikan kabarnya, Solikin, panggilan akrabnya langsung menyampaikan hal yang sekarang bisa diperbuat setelah sekian tahun tidak tahu harus berbuat apa untuk menyikapi keterbatasannya.

”Saya tidak akan bisa seperti ini kalau tidak ada rida Allah dan orang tua,” tutur pemuda kelahiran 1996 itu.

- Advertisement -

Solikin terlahir dengan keterbatasan fisik. Sehari-harinya dia menghabiskan waktu di rumahnya, Desa Sendang, Kecamatan Senori.

Kemampuan otodidaknya mencukur rambut sekali waktu dimanfaatkan sejumlah tetangganya yang datang ke rumah untuk meminta tolongnya memangkas rambut.

Menginjak usia 20 tahun, dia mulai dikenalkan dengan kegiatan menggambar oleh dua orang yang dianggapnya sebagai guru. Mereka akrab dipanggilnya Kak Khoir dan Kak Mad. Dengan bimbingan dua orang tersebut, dia berjibaku dengan rasa malas dan tidak percaya diri.

‘’Di tengah rundungan tidak percaya diri dan malas itu, saya terus belajar. Saya putuskan untuk melawan,’’ tegas pemuda dengan tahi lalat di bawah mata kanan itu.

Solikin mengakui kondisi difabel yang dialami berpengaruh besar selama menjalani masa-masa sulit tersebut. Setelah empat tahun belajar menggambar, pada 2020 dia mulai mengecap hasil jerih payahnya.

Karya sketsa dengan genre realisme menarik minat banyak orang. Terlebih, setelah sosok dan karyanya muncul di media sosial Facebook. Beberapa orang yang tertarik tersebut di antaranya pejabat Polres Tuban, kejaksaan negeri setempat, hingga anggota DPR RI Ratna Juwita Sari. Malah, Ratna Juwita memintanya menggambar sketsa dua tokoh Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari dan KH Bisri Syansuri.

Terlepas apakah pesanan tersebut bertendensi keibaan ataukah tidak, hal tersebut tidak mengganggu pikirannya.

Di mata Solikin, seluruh peminat sketsa karyanya merupakan utusan Tuhan. Hal itu yang senantiasa membuatkan selalu bersyukur. Berkat kemurahan Tuhan untuknya kini dia mampu berpenghasilan. Beban finansial orang tua dan belanja keperluan sehari-harinya banyak tercukupi dari hasil karyanya.

‘’Intensitas pesanan lumayan. Setiap minggu rata-rata menggambar satu sampai tiga pesanan,’’ tutur pemuda yang hanya lulus SD itu.

Soal tarif karya sketsanya, Solikin  tidak pernah mematok. Semua karya dilepasnya dengan harga yang ditentukan oleh keikhlasan pemesan. Paling mahal seseorang menghargai karyanya dengan harga Rp 1 juta. Setelah merasa mampu menggambar sketsa dengan pensil bermedia kertas, Solikin ingin mengembangkan kemampuannya dengan melukis sketsa bermedia kanvas dan cat. Impian lain yang dibangun adalah kejar paket B (setara SMP) di Kecamatan Montong pada Juli mendatang.

”Dengan berilmu, saya ingin lebih bermanfaat dan berguna bagi sekitar,” ujarnya. (sab/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img