spot_img
spot_img

Subarkah, Guru Terpencil di Tuban Wujudkan Ekspektasinya Menjelajah Dunia

Susuri Canal Cruise, Senandungkan Hymne SMAN 1 Singgahan

spot_img

Melihat Menara Eiffel di Paris hanyalah mimpi di masa kecil Subarkah yang hanya anak  penjual kecambah (tauge, Red). Hal yang mustahil tersebut berhasil direalisasikan guru SMA Negeri 1 Singgahan ini pada 18-29 September lalu.

DWI SETIYAWAN, Tuban, Radar Tuban

MIMPI melihat dari dekat salah satu dari tujuh keajaiban dunia itu semakin tergerus. Itu seiring jalan hidup Subarkah yang membawanya menjadi guru. Di era muda Subarkah sekitar 1990-an, guru masih dipandang sebelah mata. Profesi pendidik identik dengan kesahajaan hidup karena minimnya pendapatan.

Subarkah menyadari betul hal itu. Karena itu, mimpi melihat Menara Eiffel ditanggalkan jauh-jauh, meski tak pernah di kubur. Harapannya, suatu ketika pria 50 tahun ini mampu mewujudkan obsesinya tersebut.

Subarkah diangkat sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS) di SMAN 1 Singgahan pada Maret 1999 melalui program ikatan dinas. Itu setelah dia lulus dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Jember (Unej) pada tahun yang sama.

Berbekal pengalaman menjadi jurnalis kampus, dia dipercaya sekolahnya membimbing murid-muridnya dalam ekstrakurikuler karya ilmiah remaja sejak tahun tersebut. Itu berarti sudah sekitar 23 tahun dia menjadi pembimbing karya ilmiah di lembaga pendidikannya.

Kerja keras dan dedikasinya yang tinggi tak mengkhianati hasil. Subarkah mampu membawa anak-anak didiknya yang mayoritas dari pedesaan menjuarai sejumlah kejuaraan karya tulis ilmiah tingkat kabupaten hingga nasional. Puncaknya pada 2003. Pria tinggal di Desa Laju Kidul, Kecamatan Singgahan tersebut menyabet runner up lomba kreativitas guru tingkat nasional versi LIPI (sekarang BRIN).

Prestasi tersebut membuka peluangnya untuk berbagi ilmu karya tulis di seluruh  Indonesia. Melalui Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional yang digagas LIPI, dia menjelajahi hampir seluruh pulau di tanah air. Ya, berbekal sertifikat instruktur nasional dari LIPI, Subarkah keliling Indonesia secara gratis. Dalam benaknya, kalau bisa menjelajah wilayah Nusantara, mengapa tidak ke luar negeri?

Obsesi itu berhasil diwujudkan. Alhasil, selama sembilan tahun mulai 2013, Subarkah mampu menjelajah sejumlah negara dalam studi banding hingga undangan sebagai pembicara.

Di antaranya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang. Terakhir, dia mengunjungi Paris dan melihat Menara Eiffel pada 18-29 September lalu.

‘’Mimpi yang sengaja saya tanggalkan selama puluhan tahun itu akhirnya jadi kenyataan,’’ kata dia berbunga-bunga.

Kunjungannya ke Eropa tersebut berbekal tabungan dari honor sebagai pemateri seminar, tim penilai angka kredit Provinsi Jawa Timur, dan tunjangan profesi untuk pengembangan diri. Subarkah mendaftar tour ke Eropa melalui Travel Agent MB Trip pada Juli 2019.

Dia jadwalkan berangkat Desember 2020. Menjelang keberangkatan, travel memutuskan tunda seiring mewadahnya pandemi Covid-19. Tour pun tertunda hampir 2,5 tahun, sebuah penantian lumayan panjang.

Setelah covid melandai, travel memberangkatkannya pada minggu kedua September lalu.

‘’Alhamdulillah, Allah mempermudah urusan administrasi mulai dari proses cuti, pengurusan paspor, visa, dan rekomendasi dari bank. Dinas Pendidikan Tuban juga memberikan kemudahan izin,’’ tuturnya.

Selama di Eropa, pertemanan Subarkah dengan tour leader Maulana Gunawan Surbakti yang sudah 34 tahun mengelola jasa wisata menjadikan perjalanannya semakin bermakna.

Dari perjalanan tersebut, dia bisa melangkah di Sforza Castle di Milan, Italia Utara, bangunan benteng peninggalan abad XV dengan percaya diri. Juga ngevlog di Duomo Cathedral, Milan, Italia dengan riang. Bangunan katedral paling fenomenal ini di Eropa.

Menyusuri Danau Como, tempat bersejarah di Italia Utara dengan kesejukan bulan September. Di Swiss, kekaguman yang luar biasa didapat saat menikmati dinginnya salju di ketinggalan 3.020 Dpl Pegunungan Alpen. Pegunungan ini membujur dari Austria-Slovenia Timur.

Bukan hanya itu. Sapaan hangat dari bule muslim yang bersamanya salat Jumat di masjid terbesar Koln, Jerman juga sebuah hadiah dari indahnya silaturahmi. Begitu juga megahnya Istana Kerajaan Brussel menjadi saksi persaudaraannya dengan warga Malaysia selama di Eropa. Sapaan hangat dari sosok bule Belanda yang lanjut usia semakin menghangatkan dinginnya Kota Amsterdam, ibu kota Belanda yang sering minus tujuh derajat.

Ketika menyusuri Canal Cruise, di atas kapal yang membawanya mengelilingi kota-kota di Paris dan Amsterdam, bapak satu anak ini menyenandungkan Lagu Hymne SMA Negeri 1 Singgahan. Lagu ciptaannya tersebut menjadi kebanggaannya karena menjadi Finalis Best Practice Tingkat Nasional Tahun 2020.

Subarkah juga menyenandungkan lagu Indonesia Pusaka sebagai simbol bahwa Indonesia tetaplah rumah kita. (*)

Melihat Menara Eiffel di Paris hanyalah mimpi di masa kecil Subarkah yang hanya anak  penjual kecambah (tauge, Red). Hal yang mustahil tersebut berhasil direalisasikan guru SMA Negeri 1 Singgahan ini pada 18-29 September lalu.

DWI SETIYAWAN, Tuban, Radar Tuban

MIMPI melihat dari dekat salah satu dari tujuh keajaiban dunia itu semakin tergerus. Itu seiring jalan hidup Subarkah yang membawanya menjadi guru. Di era muda Subarkah sekitar 1990-an, guru masih dipandang sebelah mata. Profesi pendidik identik dengan kesahajaan hidup karena minimnya pendapatan.

Subarkah menyadari betul hal itu. Karena itu, mimpi melihat Menara Eiffel ditanggalkan jauh-jauh, meski tak pernah di kubur. Harapannya, suatu ketika pria 50 tahun ini mampu mewujudkan obsesinya tersebut.

Subarkah diangkat sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS) di SMAN 1 Singgahan pada Maret 1999 melalui program ikatan dinas. Itu setelah dia lulus dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Jember (Unej) pada tahun yang sama.

- Advertisement -

Berbekal pengalaman menjadi jurnalis kampus, dia dipercaya sekolahnya membimbing murid-muridnya dalam ekstrakurikuler karya ilmiah remaja sejak tahun tersebut. Itu berarti sudah sekitar 23 tahun dia menjadi pembimbing karya ilmiah di lembaga pendidikannya.

Kerja keras dan dedikasinya yang tinggi tak mengkhianati hasil. Subarkah mampu membawa anak-anak didiknya yang mayoritas dari pedesaan menjuarai sejumlah kejuaraan karya tulis ilmiah tingkat kabupaten hingga nasional. Puncaknya pada 2003. Pria tinggal di Desa Laju Kidul, Kecamatan Singgahan tersebut menyabet runner up lomba kreativitas guru tingkat nasional versi LIPI (sekarang BRIN).

Prestasi tersebut membuka peluangnya untuk berbagi ilmu karya tulis di seluruh  Indonesia. Melalui Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional yang digagas LIPI, dia menjelajahi hampir seluruh pulau di tanah air. Ya, berbekal sertifikat instruktur nasional dari LIPI, Subarkah keliling Indonesia secara gratis. Dalam benaknya, kalau bisa menjelajah wilayah Nusantara, mengapa tidak ke luar negeri?

Obsesi itu berhasil diwujudkan. Alhasil, selama sembilan tahun mulai 2013, Subarkah mampu menjelajah sejumlah negara dalam studi banding hingga undangan sebagai pembicara.

Di antaranya Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang. Terakhir, dia mengunjungi Paris dan melihat Menara Eiffel pada 18-29 September lalu.

‘’Mimpi yang sengaja saya tanggalkan selama puluhan tahun itu akhirnya jadi kenyataan,’’ kata dia berbunga-bunga.

Kunjungannya ke Eropa tersebut berbekal tabungan dari honor sebagai pemateri seminar, tim penilai angka kredit Provinsi Jawa Timur, dan tunjangan profesi untuk pengembangan diri. Subarkah mendaftar tour ke Eropa melalui Travel Agent MB Trip pada Juli 2019.

Dia jadwalkan berangkat Desember 2020. Menjelang keberangkatan, travel memutuskan tunda seiring mewadahnya pandemi Covid-19. Tour pun tertunda hampir 2,5 tahun, sebuah penantian lumayan panjang.

Setelah covid melandai, travel memberangkatkannya pada minggu kedua September lalu.

‘’Alhamdulillah, Allah mempermudah urusan administrasi mulai dari proses cuti, pengurusan paspor, visa, dan rekomendasi dari bank. Dinas Pendidikan Tuban juga memberikan kemudahan izin,’’ tuturnya.

Selama di Eropa, pertemanan Subarkah dengan tour leader Maulana Gunawan Surbakti yang sudah 34 tahun mengelola jasa wisata menjadikan perjalanannya semakin bermakna.

Dari perjalanan tersebut, dia bisa melangkah di Sforza Castle di Milan, Italia Utara, bangunan benteng peninggalan abad XV dengan percaya diri. Juga ngevlog di Duomo Cathedral, Milan, Italia dengan riang. Bangunan katedral paling fenomenal ini di Eropa.

Menyusuri Danau Como, tempat bersejarah di Italia Utara dengan kesejukan bulan September. Di Swiss, kekaguman yang luar biasa didapat saat menikmati dinginnya salju di ketinggalan 3.020 Dpl Pegunungan Alpen. Pegunungan ini membujur dari Austria-Slovenia Timur.

Bukan hanya itu. Sapaan hangat dari bule muslim yang bersamanya salat Jumat di masjid terbesar Koln, Jerman juga sebuah hadiah dari indahnya silaturahmi. Begitu juga megahnya Istana Kerajaan Brussel menjadi saksi persaudaraannya dengan warga Malaysia selama di Eropa. Sapaan hangat dari sosok bule Belanda yang lanjut usia semakin menghangatkan dinginnya Kota Amsterdam, ibu kota Belanda yang sering minus tujuh derajat.

Ketika menyusuri Canal Cruise, di atas kapal yang membawanya mengelilingi kota-kota di Paris dan Amsterdam, bapak satu anak ini menyenandungkan Lagu Hymne SMA Negeri 1 Singgahan. Lagu ciptaannya tersebut menjadi kebanggaannya karena menjadi Finalis Best Practice Tingkat Nasional Tahun 2020.

Subarkah juga menyenandungkan lagu Indonesia Pusaka sebagai simbol bahwa Indonesia tetaplah rumah kita. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img