spot_img
spot_img

IDI: Covid-19 Bukan Aib, Harus Jujur

spot_img

MESKI sudah berjalan lebih dari dua tahun, masih banyak masyarakat yang menganggap Covid-19 sebuah aib yang harus disembunyikan. Padahal, pasien Covid-19 penting untuk melapor dan diketahui instansi terkait. Tujuannya, pencegahan agar penularan tidak semakin meluas. Sayangnya, kesadaran masyarakat masih sangat minim terhadap hal tersebut.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tuban Syaifuddin Zuhri mengakui masih banyak masyarakat yang menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang harus disembunyikan. Hal itu tidak hanya terjadi di Tuban, melainkan juga di hampir semua belahan dunia. Tentu hal tersebut tidak baik dilakukan karena dapat membuat pandemi tak kunjung usai.

‘’Masih banyak masyarakat yang tahu dirinya positif Covid-19, tapi tidak melapor,’’ kata dia.

Demikian pula saat terjadi penularan di lingkup sekolah atau instansi, Zuhri menegaskan pemimpin tertinggi lembaga tersebut harus terbuka. Tujuannya, mempermudah tim kesehatan untuk melakukan pelacakan. Selanjutnya bisa dilanjutkan dengan membuat kebijakan strategis seperti meniadakan tatap muka selama dua pekan.

‘’Semua pihak harus jujur, apalagi jika menyangkut kepentingan kelompok seperti sekolah atau instansi harus terbuka ke petugas kesehatan,’’ tegasnya.

Dokter spesialis obsgyn ini mengatakan, protap penanganan pasien Covid-19 sudah sangat jelas. Saat ada klaster atau kelompok yang terpapar, maka akan dilakukan swab masal dan isolasi bagi yang positif Covid-19. Selanjutnya, dilakukan tes kepada kelompok rentan seperti orang-orang yang pernah bertatap muka dengan pasien Covid-19.

‘’Baik varian Alpa, Delta, atau Omicron ini penanganannya sama. Jadi sudah jelas intinya kesadaran masing-masing,’’ ujarnya.

Dokter lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini memberikan salah satu contoh kasus yang belakangan terjadi di Tuban. Ada guru salah satu taman kanak-kanak (TK) yang sedang sakit, namun tetap memaksa mengajar. Ternyata setelah beberapa hari baru diketahui guru tersebut positif Covid-19. Hal ini tentu akan merugikan para peserta didik yang notabene masih balita.

‘’Hal seperti ini terjadi karena ada yang menganggap Covid-19 sebagai aib, padahal bukan demikian,’’ katanya.

Dokter spesialis kandungan RSNU Tuban ini selanjutnya membeberkan data kasus Covid-19 gelombang ketiga di Asia Tenggara yang cenderung turun sebanyak 32 persen. Sedangkan tingkat kematian karena virus korona varian Omicron persentasenya 67 persen. Padahal, mengacu World Health Organization (WHO) tingkat kematian varian Omicron sangat rendah. Itu artinya ada ribuan kasus yang selama ini tidak terdeteksi.

‘’Mengacu data, saya menduga banyak kasus Covid-19 yang tidak dilaporkan,’’ ungkapnya. (yud/ds)

MESKI sudah berjalan lebih dari dua tahun, masih banyak masyarakat yang menganggap Covid-19 sebuah aib yang harus disembunyikan. Padahal, pasien Covid-19 penting untuk melapor dan diketahui instansi terkait. Tujuannya, pencegahan agar penularan tidak semakin meluas. Sayangnya, kesadaran masyarakat masih sangat minim terhadap hal tersebut.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tuban Syaifuddin Zuhri mengakui masih banyak masyarakat yang menganggap Covid-19 sebagai penyakit yang harus disembunyikan. Hal itu tidak hanya terjadi di Tuban, melainkan juga di hampir semua belahan dunia. Tentu hal tersebut tidak baik dilakukan karena dapat membuat pandemi tak kunjung usai.

‘’Masih banyak masyarakat yang tahu dirinya positif Covid-19, tapi tidak melapor,’’ kata dia.

Demikian pula saat terjadi penularan di lingkup sekolah atau instansi, Zuhri menegaskan pemimpin tertinggi lembaga tersebut harus terbuka. Tujuannya, mempermudah tim kesehatan untuk melakukan pelacakan. Selanjutnya bisa dilanjutkan dengan membuat kebijakan strategis seperti meniadakan tatap muka selama dua pekan.

‘’Semua pihak harus jujur, apalagi jika menyangkut kepentingan kelompok seperti sekolah atau instansi harus terbuka ke petugas kesehatan,’’ tegasnya.

- Advertisement -

Dokter spesialis obsgyn ini mengatakan, protap penanganan pasien Covid-19 sudah sangat jelas. Saat ada klaster atau kelompok yang terpapar, maka akan dilakukan swab masal dan isolasi bagi yang positif Covid-19. Selanjutnya, dilakukan tes kepada kelompok rentan seperti orang-orang yang pernah bertatap muka dengan pasien Covid-19.

‘’Baik varian Alpa, Delta, atau Omicron ini penanganannya sama. Jadi sudah jelas intinya kesadaran masing-masing,’’ ujarnya.

Dokter lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini memberikan salah satu contoh kasus yang belakangan terjadi di Tuban. Ada guru salah satu taman kanak-kanak (TK) yang sedang sakit, namun tetap memaksa mengajar. Ternyata setelah beberapa hari baru diketahui guru tersebut positif Covid-19. Hal ini tentu akan merugikan para peserta didik yang notabene masih balita.

‘’Hal seperti ini terjadi karena ada yang menganggap Covid-19 sebagai aib, padahal bukan demikian,’’ katanya.

Dokter spesialis kandungan RSNU Tuban ini selanjutnya membeberkan data kasus Covid-19 gelombang ketiga di Asia Tenggara yang cenderung turun sebanyak 32 persen. Sedangkan tingkat kematian karena virus korona varian Omicron persentasenya 67 persen. Padahal, mengacu World Health Organization (WHO) tingkat kematian varian Omicron sangat rendah. Itu artinya ada ribuan kasus yang selama ini tidak terdeteksi.

‘’Mengacu data, saya menduga banyak kasus Covid-19 yang tidak dilaporkan,’’ ungkapnya. (yud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img