Radartuban.jawapos.com – A, 17, dan M, 14, dua remaja sadis yang membunuh bocah 11 tahun bernama Muhammad Fadli Sadewa hanya bisa pasrah saat digelandang polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatan keji mereka. Di hadapan polisi, pelaku A mengaku tergiur dengan harga organ tubuh yang sangat fantastis, yakni senilai USD 80 ribu atau setara Rp 1,2 miliar pada website Yandex.

“Website sudah lama saya gunakan, namun baru terencana. Harganya organ USD 80 ribu. Kalau uangnya sudah didapat akan digunakan untuk membangun rumah dan untuk membantu orang tua,” ujar A, saat dimintai keterangan oleh Polisi, di Mapolrestabes Kota Makassar, Selasa (10/1), dikutip dari FAJAR.

A mengaku, ia dan M menghubungi website yang dia maksud untuk membeli organ yang didapatnya melalu chat email. Namun, mereka tidak mendapatkan balasan.

A sendiri mengenal website itu dengan cara mencari di Yandex dan menulis kata kunci organ sel.

“Selain ginjal, yang dijual juga ada jantung, paru-paru, hati, dengan tarif berbeda. Setelah ginjal dan organ lainnya sudah ada, langsung diserahkan secara utuh ke si pembeli,” bebernya.

A juga mengaku mengenal Dewa, walau tidak akrab. Ia mengincar Dewa karena meyakini bocah seusia Dewa masih memiliki organ yang sehat.

Rencana jahat itu pun dijalankan pada akhir pekan lalu. Setelah membujuk Dewa untuk bermain ke rumahnya dengan iming-iming uang Rp 50 ribu, A dengan kejam lalu mencekik dan membanting Dewa hingga tewas. Ia juga dibantu oleh M.

Setelah Dewa meninggal, A kembali menghubungi website yang dia harapkan akan membeli organ Dewa. Namun, bahas bagi A dan M, website tersebut tidak memberi respons. Hal itu membuat keduanya panik bukan kepalang.

Dalam keadaan kalut, mereka akhirnya memutuskan membuang tubuh Dewa yang sudah terbujur kaku di Waduk Nipa-Nipa, Maros.

Di pengakuan berbeda, M yang membantu A menghabisi nyawa Dewa mengaku dipanggil langsung oleh A di rumahnya. Perannya saat membunuh Dewa adalan menyekap mulut Dewa agar tidak berteriak.

Dijelaskan MF, dirinya dan A belajar di sekolah yang sama di salah satu SMA di Kota Makassar.

“A kelas 3, saya kelas 1 SMA,” ujar M.