Nilai tukar rupiah menutup pekan ini dengan catatan positif meski sempat berfluktuasi akibat guncangan eksternal. Rupiah menguat tipis 0,06% ke level Rp 16.205 per dolar AS pada perdagangan Jumat (11/7), berdasarkan data Refinitiv.
Industri perbankan nasional mencatat penyaluran kredit sebesar Rp 7.997,63 triliun per Mei 2025, berdasarkan data resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kendati angka tersebut menunjukkan pertumbuhan 8,43% secara tahunan (year-on-year/yoy), laju pertumbuhannya justru melambat dibanding April 2025 yang tercatat sebesar 8,8% yoy.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali tergelincir pada perdagangan awal pekan, Senin (7/7), seiring meningkatnya tensi geopolitik dan tekanan dari kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump terhadap negara-negara BRICS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan taringnya. Pada perdagangan hari terakhir Juni 2025, IHSG berhasil parkir di zona hijau dengan kenaikan 16,58 poin atau 0,24% ke level 6.913,98 pada penutupan sesi I perdagangan Senin (30/6).
Rupiah kembali unjuk gigi. Mata uang Garuda sukses menekan dolar Amerika Serikat (USD) ke level terendah dalam sebulan terakhir, memicu euforia pasar menjelang libur panjang akhir pekan. Tapi tunggu dulu—apakah ini sinyal kuat perbaikan ekonomi, atau hanya sandiwara musiman yang akan cepat berlalu?
Melalui program KPR subsidi FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan), BRI tancap gas memperkuat kontribusinya dalam mendukung Program 3 Juta Rumah yang menjadi agenda prioritas nasional.
Ada angin segar untuk ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah akhirnya bangkit dan menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah tensi global yang mulai mereda.
Kabar mengejutkan datang dari Timur Tengah yang langsung berdampak besar terhadap pasar keuangan dunia. Gencatan senjata antara Iran dan Israel yang diumumkan Presiden AS Donald Trump, langsung membuat rupiah melonjak tajam, bahkan menghapus seluruh pelemahan sebelumnya.
Di tengah upaya pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi, sinyal merah justru menyala di sektor fiskal. Realisasi penerimaan pajak hingga Mei 2025 hanya Rp 683,3 triliun, turun 10,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Situasi ini membuat APBN kembali tekor sebesar Rp 21 triliun.
Di tengah kabar heboh soal ketidakpastian global, ada satu angka besar yang bikin kening sedikit berkerut: Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2025 tercatat mencapai USD 431,5 miliar.