spot_img
spot_img

Selama Pandemi, Dalang Rela Menjual Wayang Demi Bertahan Hidup

spot_img

Tak salah jika Tuban disebut sebagai gudangnya pelaku seni Jatim. Itu karena jumlah pelaku seninya 1.295 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 53 adalah dalang.

SELAMA ini, kondisi seniman yang memiliki keahlian khusus memainkan wayang tersebut jauh dari kata sejahtera. Terlebih, pada pandemi Covid-19. Kehidupan para dalang kian nelangsa menyusul pembatasan aktivitas seni, termasuk pergelaran wayang.

Untuk bertahan hidup, tidak sedikit dalang yang menjual wayang berikut perangkat gamelannya. Mereka memilih jalan tersebut karena tidak memiliki keahlian beralih menjadi pedagang, petani, dan nelayan seperti beberapa dalang yang banting setir mengais rezeki dengan menerjuni tiga bidang pekerjaan tersebut.

Kini, setelah pandemi reda, para dalang kembali kebingungan. Itu karena sebagian harus mencari pinjaman wayang untuk tanggapan. Selebihnya mencari modal untuk membeli wayang.

Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Ketua Dewan Kesenian Tuban (DKT) Joko Wahono mengatakan, dari 1.295 pelaku seni yang terdata, sebagian besar merupakan masyarakat yang bergantung hidup dari kesenian. Mereka berkesenian bukan untuk hobi, melainkan untuk penghidupan.

Selama panggung pementasan dilarang pemerintah, asap dapur mereka pun tak lagi mengepul. Solusi agar tetap bertahan hidup adalah menjual asetnya.

Perupa senior ini mengungkapkan, 53 dalang di Tuban sekarang  ini masih aktif. Jumlah tersebut, menurut Joko, cukup banyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jatim dan Jateng.

Di tengah tidak menjanjikannya dalang   sebagai lumbung penghidupan, kata Joko, regenerasi dalang di Tuban sempat terputus. Saat era 2000 – 2018, nyaris tidak muncul dalang baru. Hal itu cukup dimaklumi. Selama hampir dua dekade tersebut, panggung pementasan untuk dalang sangat minim. Mereka hanya mengandalkan panggung di desa-desa untuk acara sedekah bumi dan ruwatan. ‘’Minimnya regenerasi dalang baru saat itu membuat Pepadi sempat vakum selama dua dekade,’’ ungkap dia.

Seniman yang tinggal di Jalan Pemuda Gang Watulumur ini mengatakan, cukup sulit melahirkan generasi seniman baru. Sebagian besar anak muda di tlatah Tuban yang tertarik menjadi dalang adalah mereka yang dilahirkan dari keluarga dalang juga. Hanya sebagian kecil anak muda yang tertarik menjadi dalang atas kesadaran sendiri. ‘’Seniman lahir karena kebutuhan pasar, jika tidak ada permintaan pasar, maka orang juga pikir-pikir kalau mau jadi seniman,’’ bebernya.

Ketua DKT periode 2017 – 2022 ini mengungkapkan, menurut sejarah, wayang adalah hiburan keraton. Karena itu, untuk sekali manggung butuh persiapan ekstra. Yang ditampilkan pun sangat lengkap. Perpaduan unsur pertunjukan visual, musik, dan guyonan. Ibaratnya, sekali menanggap pertunjukan wayang, masyarakat bisa mendapatkan paket tiga hiburan sekaligus. ‘’Wayang adalah pertunjukan paling kompleks, jadi tidak bisa sembarang orang bisa jadi dalang,’’ kata dia.

Joko juga mengamini jika Tuban dijuluki sebagai gudangnya dalang Jatim. Menurut dia, banyak dalang di Tuban yang cukup populer di kota lain. Meski belum memiliki nama sebesar Ki Manteb Sudarsono atau Ki Seno Nugroho, namun kualitas dalang Tuban tak kalah. Beberapa dalang lokal Tuban dipercaya sebagai dalang murwakala atau dalang untuk ruwatan. ‘’Hiburan yang dianggap berkelas ini jangan sampai punah hanya karena minim kepedulian dari pemerintah dan masyarakat,’’ ujarnya.(yud/ds)

Tak salah jika Tuban disebut sebagai gudangnya pelaku seni Jatim. Itu karena jumlah pelaku seninya 1.295 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 53 adalah dalang.

SELAMA ini, kondisi seniman yang memiliki keahlian khusus memainkan wayang tersebut jauh dari kata sejahtera. Terlebih, pada pandemi Covid-19. Kehidupan para dalang kian nelangsa menyusul pembatasan aktivitas seni, termasuk pergelaran wayang.

Untuk bertahan hidup, tidak sedikit dalang yang menjual wayang berikut perangkat gamelannya. Mereka memilih jalan tersebut karena tidak memiliki keahlian beralih menjadi pedagang, petani, dan nelayan seperti beberapa dalang yang banting setir mengais rezeki dengan menerjuni tiga bidang pekerjaan tersebut.

Kini, setelah pandemi reda, para dalang kembali kebingungan. Itu karena sebagian harus mencari pinjaman wayang untuk tanggapan. Selebihnya mencari modal untuk membeli wayang.

Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Ketua Dewan Kesenian Tuban (DKT) Joko Wahono mengatakan, dari 1.295 pelaku seni yang terdata, sebagian besar merupakan masyarakat yang bergantung hidup dari kesenian. Mereka berkesenian bukan untuk hobi, melainkan untuk penghidupan.

- Advertisement -

Selama panggung pementasan dilarang pemerintah, asap dapur mereka pun tak lagi mengepul. Solusi agar tetap bertahan hidup adalah menjual asetnya.

Perupa senior ini mengungkapkan, 53 dalang di Tuban sekarang  ini masih aktif. Jumlah tersebut, menurut Joko, cukup banyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jatim dan Jateng.

Di tengah tidak menjanjikannya dalang   sebagai lumbung penghidupan, kata Joko, regenerasi dalang di Tuban sempat terputus. Saat era 2000 – 2018, nyaris tidak muncul dalang baru. Hal itu cukup dimaklumi. Selama hampir dua dekade tersebut, panggung pementasan untuk dalang sangat minim. Mereka hanya mengandalkan panggung di desa-desa untuk acara sedekah bumi dan ruwatan. ‘’Minimnya regenerasi dalang baru saat itu membuat Pepadi sempat vakum selama dua dekade,’’ ungkap dia.

Seniman yang tinggal di Jalan Pemuda Gang Watulumur ini mengatakan, cukup sulit melahirkan generasi seniman baru. Sebagian besar anak muda di tlatah Tuban yang tertarik menjadi dalang adalah mereka yang dilahirkan dari keluarga dalang juga. Hanya sebagian kecil anak muda yang tertarik menjadi dalang atas kesadaran sendiri. ‘’Seniman lahir karena kebutuhan pasar, jika tidak ada permintaan pasar, maka orang juga pikir-pikir kalau mau jadi seniman,’’ bebernya.

Ketua DKT periode 2017 – 2022 ini mengungkapkan, menurut sejarah, wayang adalah hiburan keraton. Karena itu, untuk sekali manggung butuh persiapan ekstra. Yang ditampilkan pun sangat lengkap. Perpaduan unsur pertunjukan visual, musik, dan guyonan. Ibaratnya, sekali menanggap pertunjukan wayang, masyarakat bisa mendapatkan paket tiga hiburan sekaligus. ‘’Wayang adalah pertunjukan paling kompleks, jadi tidak bisa sembarang orang bisa jadi dalang,’’ kata dia.

Joko juga mengamini jika Tuban dijuluki sebagai gudangnya dalang Jatim. Menurut dia, banyak dalang di Tuban yang cukup populer di kota lain. Meski belum memiliki nama sebesar Ki Manteb Sudarsono atau Ki Seno Nugroho, namun kualitas dalang Tuban tak kalah. Beberapa dalang lokal Tuban dipercaya sebagai dalang murwakala atau dalang untuk ruwatan. ‘’Hiburan yang dianggap berkelas ini jangan sampai punah hanya karena minim kepedulian dari pemerintah dan masyarakat,’’ ujarnya.(yud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img