spot_img
spot_img

Tuntut Kejelasan Jembatan Glendeng, Warga Kirim Surat ke Presiden

spot_img

Radartuban.jawapos.com – Tak puas dengan kinerja Pemkab Tuban dan Pemprov Jatim, sekelompok warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Jembatan Glendeng Simo (Geram Jelmo) menyiapkan surat yang hendak dikirim kepada Presiden Joko Widodo. Mereka menuntut kejelasan hak milik sekaligus perbaikan Jembatan Glendeng tahun ini.

Juru bicara Geramjelmo Muhammad Miftahul Huda mengatakan, surat tersebut saat ini sedang proses pengumpulan tanda tangan kepada para pihak yang terlibat. ”Segera kita kirim,’’ ujarnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Tuban kemarin (7/6).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bojonegoro ini menyampaikan, masyarakat pengguna jembatan yang menghubungkan Desa Simorejo, Kecamatan Soko, Tuban dan Desa Kalirejo, Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro sudah tak bisa menahan geram.

Dia mengatakan, pemkab maupun pemprov seolah-olah tidak serius menyikapi kerusakan yang terjadi pada jembatan yang melintasi Bengawan Solo tersebut.

‘’Ketidakseriusan itu membuat masyarakat pengguna Jembatan Glendeng merugi. Kemudahan akses masyarakat juga dirampas,’’ tegasnya.

Sebagai refleksi, magister administrasi publik jebolan Universitas 17 Agustus Surabaya ini mengeluhkan banyaknya kerugian akibat ‘’perampasan’’ hak tersebut. Sejak ditutup total lagi Sabtu (21/5), lanjut Miftah, akses masyarakat tidak lagi tersendat, namun benar-benar terhambat. Mobilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan tidak lagi selancar serta secepat dulu.

”Kondisi ini tidak menenteramkan masyarakat,’’ ujarnya. Miftah mengemukakan, sangat aneh di tengah sulitnya masyarakat justru pemerintahnya seolah tidak terjadi apa-apa.

Ditanya indikasi penyimpangan dalam perbaikan Jembatan Glendeng pada akhir 2021 lalu, Miftah mengatakan, indikasi tersebut sangat mungkin terjadi pada kesalahan perencanaan, penyimpangan spek konstruksi, hingga kelalaian konsultan. Menyikapi dugaan tersebut, dosen kelahiran 1980 ini berharap pihak berwenang melakukan pengusutan.

Dia menyebut anggaran Rp 6 miliar yang digelontorkan untuk perbaikan Jembatan Glendeng pada akhir 2021 tidaklah sedikit. Seharusnya, kata Miftah, dana tersebut cukup untuk membuat Jembatan Glendeng kembali kukuh dan bisa dilewati masyarakat.

”Setiap kali mengingat besarnya anggaran perbaikan tersebut, masyarakat semakin geram. Proyek Rp 6 miliar hanya bertahan lima bulan itu sangat mengecewakan,’’ beber akademisi yang kini menempuh pendidikan doktor di Universitas Diponegoro Semarang itu.

Selain itu, lanjut Miftah, kepemilikan aset Jembatan Glendeng juga jadi masalah. Dia mempertanyakan hal yang membuat Tuban dan Bojonegoro menolak kepemilikan aset jembatan berusia 33 tahun tersebut. Menurut dia, idealnya salah satu dari kedua kabupaten ini mengalah dan menerima kepemilikan aset Jembatan Glendeng. ‘’Si pengalah’’, kata Miftah,  mendapat citra yang baik, jembatan bisa segera diperbaiki, dan masyarakat tidak kesulitan lagi.

‘’Masyarakat sangat menunggu kebijaksanaan dua kabupaten tersebut,’’ tegasnya.

Warga yang tergabung dalam Geram Jelmo tidak hanya berasal dari Tuban, sebagian dari Bojonegoro. Miftah menyebut jumlah mereka ribuan. Latar belakangnya kelompok-kelompok tani, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Gerakan Pemuda Ansor, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan  Ruang Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPU PRKP) Tuban Agung Supriyadi sampai berita ini ditulis sekitar pukul 21.05 belum berhasil dikonfirmasi. Ponselnya yang berkali-kali dihubungi hanya terdengar nada sambung, namun tidak mengangkat. Pertanyaan yang dikirim melalui WhatsApp (WA) terkait berkirim suratnya Geram Jelmo ke presiden juga tidak ditanggapi. (sab/ds)

Radartuban.jawapos.com – Tak puas dengan kinerja Pemkab Tuban dan Pemprov Jatim, sekelompok warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Jembatan Glendeng Simo (Geram Jelmo) menyiapkan surat yang hendak dikirim kepada Presiden Joko Widodo. Mereka menuntut kejelasan hak milik sekaligus perbaikan Jembatan Glendeng tahun ini.

Juru bicara Geramjelmo Muhammad Miftahul Huda mengatakan, surat tersebut saat ini sedang proses pengumpulan tanda tangan kepada para pihak yang terlibat. ”Segera kita kirim,’’ ujarnya saat dihubungi Jawa Pos Radar Tuban kemarin (7/6).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bojonegoro ini menyampaikan, masyarakat pengguna jembatan yang menghubungkan Desa Simorejo, Kecamatan Soko, Tuban dan Desa Kalirejo, Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro sudah tak bisa menahan geram.

Dia mengatakan, pemkab maupun pemprov seolah-olah tidak serius menyikapi kerusakan yang terjadi pada jembatan yang melintasi Bengawan Solo tersebut.

‘’Ketidakseriusan itu membuat masyarakat pengguna Jembatan Glendeng merugi. Kemudahan akses masyarakat juga dirampas,’’ tegasnya.

- Advertisement -

Sebagai refleksi, magister administrasi publik jebolan Universitas 17 Agustus Surabaya ini mengeluhkan banyaknya kerugian akibat ‘’perampasan’’ hak tersebut. Sejak ditutup total lagi Sabtu (21/5), lanjut Miftah, akses masyarakat tidak lagi tersendat, namun benar-benar terhambat. Mobilitas ekonomi, kesehatan, dan pendidikan tidak lagi selancar serta secepat dulu.

”Kondisi ini tidak menenteramkan masyarakat,’’ ujarnya. Miftah mengemukakan, sangat aneh di tengah sulitnya masyarakat justru pemerintahnya seolah tidak terjadi apa-apa.

Ditanya indikasi penyimpangan dalam perbaikan Jembatan Glendeng pada akhir 2021 lalu, Miftah mengatakan, indikasi tersebut sangat mungkin terjadi pada kesalahan perencanaan, penyimpangan spek konstruksi, hingga kelalaian konsultan. Menyikapi dugaan tersebut, dosen kelahiran 1980 ini berharap pihak berwenang melakukan pengusutan.

Dia menyebut anggaran Rp 6 miliar yang digelontorkan untuk perbaikan Jembatan Glendeng pada akhir 2021 tidaklah sedikit. Seharusnya, kata Miftah, dana tersebut cukup untuk membuat Jembatan Glendeng kembali kukuh dan bisa dilewati masyarakat.

”Setiap kali mengingat besarnya anggaran perbaikan tersebut, masyarakat semakin geram. Proyek Rp 6 miliar hanya bertahan lima bulan itu sangat mengecewakan,’’ beber akademisi yang kini menempuh pendidikan doktor di Universitas Diponegoro Semarang itu.

Selain itu, lanjut Miftah, kepemilikan aset Jembatan Glendeng juga jadi masalah. Dia mempertanyakan hal yang membuat Tuban dan Bojonegoro menolak kepemilikan aset jembatan berusia 33 tahun tersebut. Menurut dia, idealnya salah satu dari kedua kabupaten ini mengalah dan menerima kepemilikan aset Jembatan Glendeng. ‘’Si pengalah’’, kata Miftah,  mendapat citra yang baik, jembatan bisa segera diperbaiki, dan masyarakat tidak kesulitan lagi.

‘’Masyarakat sangat menunggu kebijaksanaan dua kabupaten tersebut,’’ tegasnya.

Warga yang tergabung dalam Geram Jelmo tidak hanya berasal dari Tuban, sebagian dari Bojonegoro. Miftah menyebut jumlah mereka ribuan. Latar belakangnya kelompok-kelompok tani, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Gerakan Pemuda Ansor, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan  Ruang Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPU PRKP) Tuban Agung Supriyadi sampai berita ini ditulis sekitar pukul 21.05 belum berhasil dikonfirmasi. Ponselnya yang berkali-kali dihubungi hanya terdengar nada sambung, namun tidak mengangkat. Pertanyaan yang dikirim melalui WhatsApp (WA) terkait berkirim suratnya Geram Jelmo ke presiden juga tidak ditanggapi. (sab/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img