spot_img
spot_img

Demokrasi, tapi Tercekik

spot_img

Ruang dialog dengan pemangku kepentingan adalah esensial dalam proses demokratis. Ini bukan hanya tentang berbicara ngalor ngidul, tetapi juga tentang mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Raihan-Rizky-Amalia
Raihan Rizky Amalia

Wajarnya, pemangku kepentingan dapat mendengarkan pandangan dari berbagai kelompok dalam masyarakat untuk memastikan keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dalam landasan demokrasi, dualitas kekuasaan berada di tangan rakyat dan inklusivitas. Demokrasi merupakan sistem yang memberikan kekuasaan kepada rakyat, tapi juga menuntut inklusivitas yang menyeluruh dengan adanya hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Di tengah bumbu polarisasi politik, pertanyaan tentang seberapa inklusif demokrasi menjadi semakin relevan dalam dinamika politik kontemporer.

Menurut kacamata konstitusional, Indonesia merupakan negara demokratis yang menjamin kebebasan berbicara dan berpendapat sesuai UUD 1945. Warga negara memiliki hak untuk meyampaikan pendapat mereka, baik secara langsung maupun melalui media massa.

Namun, dalam praktiknya, masih adanya keterbatasan dalam menjalankan kebebasan bersuara secara penuh. UU ITE menjadi salah satu produk hukum bersifat karet dan menggerus hak-hak digital masyarakat.

Pada realitanya, UU ITE berhasil menebas kebebasan berbicara Haris dan Fatia yang harus berhadapan dengan Luhut, yang merupakan pemegang kekuasaan di negeri ini.

Dalam konteksnya, hal itu bermula saat Haris dan Fatia menyebut Luhut “bermain” dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua dalam video yang tersebar di media sosial.

Luhut keberatan dengan tudingan tersebut, kemudian melaporkan keduanya dan bergulir di persidangan.

Tampaknya demokrasi di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Demokrasi yang harusnya ada dua elemen kekuasaan dan iklusivitas, kini hanya kekuasaan yang menjadi dominasi dalam mengambil suatu keputusan untuk publik.

Semakin sempitnya ruang publik, sepertinya otoritarian sedang menjadi tren dalam lingkungan pemegang kekuasaan di Indonesia saat ini.

Tidak terlibatnya stakeholder dalam ruang dialog dengan pemangku kekuasaan menjadikan demokrasi semakin terpuruk dan menandakan adanya ketidakinklusifan dalam pengam bilan keputusan.

Buah dari hal ini adalah terciptanya UU Cipta Kerja yang pada waktunya menjadi kontroversi di masyarakat.

Ketidakhadiran stakeholder ter kait menjadikan aturan ini tidak berpihak kepada pekerja dan lebih merangkul terhadap pengusaha.

Selain itu, UU IKN dapat dikatakan sebagai hasil dari cacatnya ruang dialog publik. Tidak ada angin tidak ada hujan, UU yang terkait dengan pemindahan ibu kota negara ini lahir di tengah polemik struktural masyarakat.

Tagline kota keberlanjutan dan pemerataan menjadi perdebatan berbagai pihak setelah UU tersebut disahkan.

Sebagaimana pantasnya, perdebatan tersebut merupakan dialog kepada pemangku kepentingan saat UU belum disahkan. Di mana dialog tersbeut menjadi jawaban penguat pertanyaan mengapa IKN dibangun dengan fantastis.

Penting halnya untuk melibatkan semua pihak yang terkena dampak dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih responsif dan adil.

Terbatasnya ruang dialog tidak hanya berujung menghasilkan satu atau dua masalah saja, namun secara keseluruhan memberikan suatu konsekuensi permasalahan ketimpangan yang sudah menjarah Indonesia bertahun-tahun lamanya.

Ketika mempertimbangkan terbatasnya ruang dialog dalam konteks ketimpangan sosial, penting untuk diakui bahwa aksesbilitas menjadi faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat dalam diskusi publik.

Individu atau kelompok yang hidup dalam garis kemiskinan sering kali menghadapi keterbatasan akses fisik, teknologi, dan  informasi.

Realitanya, mereka tidak memiliki akses memadai dalam hal akses informasi, atau pendidikan membatasi kemampuan individu untuk terlibat secara substansial dalam dialog publik, karena ketidakmerataan pendidikan yang berkulaitas dan informasi tentang isu-isu publik yang relevan.

Akibatnya, terdapat kesenjangan aksesbilitas yang menciptakan hambatan bagi individu atau kelompok yang hidup dalam garis kemiskinan untuk terlibat dalam proses demokratisasi dan masyarakat yang inklusif.

Kompleksitas kontrol kekuasaan dalam ruang dialog yang tidak terbatas ini perlu solusi yang sesuai dan pendekatan secara bertahap.

Dukungan media yang bebas dan independen, dapat dipastikan bahwa informasi yang tersebar kepada masyarakat tetap akurat dan tidak terdistorsi oleh kepentingan politik.

Selain itu, kesadaran dalam pendidikan politik dan media perlu diperkuat untuk memahami dan mengevaluasi informasi yang diterima.

Meskipun langkah ini mungkin tidak mengatasi semua bentuk kontrol kekuasaan secara langsung, namun dapat membantu terbangunnya demokrasi yang lebih inklusif, meskipun hal ini dilakukan bertahap dan harus menunggu 1000 tahun lamanya untuk tercapainya keutuhan demokrasi. (*)

Ruang dialog dengan pemangku kepentingan adalah esensial dalam proses demokratis. Ini bukan hanya tentang berbicara ngalor ngidul, tetapi juga tentang mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

Raihan-Rizky-Amalia
Raihan Rizky Amalia

Wajarnya, pemangku kepentingan dapat mendengarkan pandangan dari berbagai kelompok dalam masyarakat untuk memastikan keputusan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Dalam landasan demokrasi, dualitas kekuasaan berada di tangan rakyat dan inklusivitas. Demokrasi merupakan sistem yang memberikan kekuasaan kepada rakyat, tapi juga menuntut inklusivitas yang menyeluruh dengan adanya hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik.

Di tengah bumbu polarisasi politik, pertanyaan tentang seberapa inklusif demokrasi menjadi semakin relevan dalam dinamika politik kontemporer.

Menurut kacamata konstitusional, Indonesia merupakan negara demokratis yang menjamin kebebasan berbicara dan berpendapat sesuai UUD 1945. Warga negara memiliki hak untuk meyampaikan pendapat mereka, baik secara langsung maupun melalui media massa.

- Advertisement -

Namun, dalam praktiknya, masih adanya keterbatasan dalam menjalankan kebebasan bersuara secara penuh. UU ITE menjadi salah satu produk hukum bersifat karet dan menggerus hak-hak digital masyarakat.

Pada realitanya, UU ITE berhasil menebas kebebasan berbicara Haris dan Fatia yang harus berhadapan dengan Luhut, yang merupakan pemegang kekuasaan di negeri ini.

Dalam konteksnya, hal itu bermula saat Haris dan Fatia menyebut Luhut “bermain” dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua dalam video yang tersebar di media sosial.

Luhut keberatan dengan tudingan tersebut, kemudian melaporkan keduanya dan bergulir di persidangan.

Tampaknya demokrasi di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Demokrasi yang harusnya ada dua elemen kekuasaan dan iklusivitas, kini hanya kekuasaan yang menjadi dominasi dalam mengambil suatu keputusan untuk publik.

Semakin sempitnya ruang publik, sepertinya otoritarian sedang menjadi tren dalam lingkungan pemegang kekuasaan di Indonesia saat ini.

Tidak terlibatnya stakeholder dalam ruang dialog dengan pemangku kekuasaan menjadikan demokrasi semakin terpuruk dan menandakan adanya ketidakinklusifan dalam pengam bilan keputusan.

Buah dari hal ini adalah terciptanya UU Cipta Kerja yang pada waktunya menjadi kontroversi di masyarakat.

Ketidakhadiran stakeholder ter kait menjadikan aturan ini tidak berpihak kepada pekerja dan lebih merangkul terhadap pengusaha.

Selain itu, UU IKN dapat dikatakan sebagai hasil dari cacatnya ruang dialog publik. Tidak ada angin tidak ada hujan, UU yang terkait dengan pemindahan ibu kota negara ini lahir di tengah polemik struktural masyarakat.

Tagline kota keberlanjutan dan pemerataan menjadi perdebatan berbagai pihak setelah UU tersebut disahkan.

Sebagaimana pantasnya, perdebatan tersebut merupakan dialog kepada pemangku kepentingan saat UU belum disahkan. Di mana dialog tersbeut menjadi jawaban penguat pertanyaan mengapa IKN dibangun dengan fantastis.

Penting halnya untuk melibatkan semua pihak yang terkena dampak dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih responsif dan adil.

Terbatasnya ruang dialog tidak hanya berujung menghasilkan satu atau dua masalah saja, namun secara keseluruhan memberikan suatu konsekuensi permasalahan ketimpangan yang sudah menjarah Indonesia bertahun-tahun lamanya.

Ketika mempertimbangkan terbatasnya ruang dialog dalam konteks ketimpangan sosial, penting untuk diakui bahwa aksesbilitas menjadi faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat dalam diskusi publik.

Individu atau kelompok yang hidup dalam garis kemiskinan sering kali menghadapi keterbatasan akses fisik, teknologi, dan  informasi.

Realitanya, mereka tidak memiliki akses memadai dalam hal akses informasi, atau pendidikan membatasi kemampuan individu untuk terlibat secara substansial dalam dialog publik, karena ketidakmerataan pendidikan yang berkulaitas dan informasi tentang isu-isu publik yang relevan.

Akibatnya, terdapat kesenjangan aksesbilitas yang menciptakan hambatan bagi individu atau kelompok yang hidup dalam garis kemiskinan untuk terlibat dalam proses demokratisasi dan masyarakat yang inklusif.

Kompleksitas kontrol kekuasaan dalam ruang dialog yang tidak terbatas ini perlu solusi yang sesuai dan pendekatan secara bertahap.

Dukungan media yang bebas dan independen, dapat dipastikan bahwa informasi yang tersebar kepada masyarakat tetap akurat dan tidak terdistorsi oleh kepentingan politik.

Selain itu, kesadaran dalam pendidikan politik dan media perlu diperkuat untuk memahami dan mengevaluasi informasi yang diterima.

Meskipun langkah ini mungkin tidak mengatasi semua bentuk kontrol kekuasaan secara langsung, namun dapat membantu terbangunnya demokrasi yang lebih inklusif, meskipun hal ini dilakukan bertahap dan harus menunggu 1000 tahun lamanya untuk tercapainya keutuhan demokrasi. (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

Islam dalam Dialektika Kebudayaan

Keunggulan Sekolah Kejuruan

Hak Ingkar

spot_img