spot_img
spot_img

Raverie Renjana

spot_img

Dalam sunyi malam, gadis itu duduk di tepi jendela kamarnya. Tatapannya terpaku melihat setiap lembar foto dalam album yearbook SMA-nya dulu. Secepat itu waktu berjalan. Meninggalkan serpihan kenangan yang mustahil untuk di lupakan.

IA tersenyum, ternyata memang seindah itu masa abu putihnya. Masa di mana hanya ada tawa tanpa harus memikirkan riuhnya dunia, masa di mana ketakutan hanya tentang ujian matematika bukan ketakutan akan jahatnya semesta.

YupitaTiga tahun berlalu dengan sempurna,  membawanya di kehidupan yang harus berjalan dengan semestinya.

Bersama kisah-kisah indah yang akan tetap hidup dalam renjana yang abadi.

“Kenapa hidup harus serumit ini setelah lulus?” gumamnya sambil memandangi wajah-wajah ceria di foto itu.

Azura Elara Malik, mahasiswi di salah satu kampus ternama di Bandung yang tahun ini genap berusia 21 tahun.

Besok pagi Azura akan pulang ke rumahnya, di sebuah kota kecil di Jawa Timur yang sudah setahun ini tidak ia kunjungi.

Azura sangat antusias untuk pulang. Menjemput obat atas segala kerinduan, di sana tentunya.

Langit silih berganti dari biru terang hingga ke nuansa senja yang menawan. Tak terasa Azura telah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan.

Ia telah sampai di kotanya. Kota kecil ini masih tetap sama, wangi tanah basahnya menyapa hidungnya begitu Azura menginjakkan kaki di sana.

Dalam hembusan angin Azura kembali merasakan kenikmatan udara yang menenangkan.

Setelah tidak lama berjalan kaki dan mencari, akhirnya Azura menemukan ojek untuk mengantarnya pulang.

Rumah ini masih tetap sama, membuat Azura teringat masa kecilnya yang penuh keceriaan. Ia tidak bisa menahan senyumnya ketika bertemu ayah dan bundanya. Pelukan yang sudah lama tidak Azura rasakan.

Dengan hati yang penuh rindu, Azura membuka pintu kamarnya. Aroma harum kenangan langsung menyergap indera penciumannya ketika Azura melangkah masuk.

Setiap sudut di ruangan itu menyimpan jejak-jejak masa lalu yang telah lama terpendam. Azura berbaring di kasurnya.

Dengan perlahan, matanya terpejam, dan setelah beberapa menit berlalu napasnya berubah menjadi irama tidur yang tenang.

Matahari menari di balik tirai tipis kamarnya.  Matanya perlahan terbuka pada pagi yang tenang.

Azura berniat untuk pergi ke suatu tempat. Tempat penuh cerita dan kenangan bersama seseorang. Tempat yang hampir se tiap harinya ia datangi dulu.

Di setiap kerinduan yang ada, Azura menyadari bahwa yang paling Azura rindukan adalah dia. Seseorang yang mampu membuatnya tersenyum tiap detiknya.

Seseorang yang bisa membuatnya percaya perihal dunia akan selalu memberikan hal-hal sederhana untuk sekadar tertawa.

Dalam perjalanannya menuju danau, tanpa sengaja Azura melewati sekolahnya dulu. Hal itu membawanya semakin masuk di masa abu putih yang penuh dengan nostalgia.

Terlihat jelas, bekas-bekas jejak di aspal itu adalah jejak langkahnya ketika masih mengenakan seragam sekolah menengah atas.

Bangunan sekolah yang tampak dari kejauhan memancarkan aura kenangan yang kembali hidup dalam ingatannya. Seakan-akan waktu berputar mundur.

Azura merasa seolah-olah kembali ke masa-masa indah itu. Detik itu, ingatan tentang dia, teman-temannya, senyuman di koridor, dan tawa riuh dalam kelas mengalir dalam benak Azura.

Meski perjalanan ini semula hanya menuju danau, namun tak terduga, jalan kenangan membawanya pada detik-detik bahagia yang pernah dijalaninya.  Azura tersenyum,

“Waktu memang memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali kenangan. Meskipun pergi jauh, ternyata hatiku selalu punya ruang untuk mengenang kembali setiap kisah yang terlewati,” katanya menatap bangunan sekolahnya yang perlahan hilang dari pandangan.

Azura sampai di sebuah danau yang membawanya hanyut dalam setiap kisah yang pernah terjalin.

Di tepian danau yang tenang ini, Azura merasakan getaran kenangan yang  terpendam. Suasana damai dan gemerlap air memberi sentuhan pada tempat di mana dulu Azura dan dia membangun cerita bersama.

Melihat air yang mengalir dengan  tenang, pikirannya melayang pada momen-momen indah yang pernah terjadi di sini.

“Azura,” merasa mendengar namanya di panggil. Azura langsung menoleh ke belakang.

Di tepi danau yang memantulkan cahaya langit, Azura tak sengaja bertemu dengan sosok laki-laki yang menjadi masa lalunya.

Bima Damara, seseorang yang dulu pernah menjadi pacarnya sewaktu SMA. Bima adalah firstlove bagi Azura.

Mereka harus berpisah karena Bima harus melanjutkan kuliah di luar negeri.

Pandangan mata mereka bertemu, dan dalam sekejap, kilatan kenangan menghampiri.

“Azura Elara Malik, kan?” tanya Bima itu memastikan.

Azura tersenyum getir, “Iya, aku Azura, Bim.”

Bercampur rasa kaget dan haru, Azura mendapati dirinya berbicara dengan seseorang yang dulu bersama-sama merasakan kebahagiaan dan kepedihan di sini.

Di dalam tatapan mata yang pernah sangat akrab, terpahat kisah yang telah lama terpendam.

“Sudah lama sekali, ya?” tanya Bima lembut.

Azura menatap Bima dengan tatapan penuh makna.

“Iya Bim, sangat lama. Aku gak bakal menduga kita akan ke temu di sini,” jawab Azura.

Bima menatap Azura, mencoba membaca ekspresi yang terpantul di wajahnya. Rasa ragu dan kecanggungan seolah terlihat di mata mereka, tetapi di balik itu ada rasa rindu yang memancar dengan hebatnya.

“Gimana kabarnya? baik-baik saja kan?” ucap Bima.

Azura tersenyum pahit, “banyak hal yang berubah Bim, dunia terasa mengerikan sejak aku lulus, sejak aku dan kamu memutuskan berhenti saat itu.”

Bima merenung sejenak, “waktu akan terus berjalan Azura. Aku yakin kita bisa melewatinya dengan sempurna, walau harus hidup bersama kenangan yang kita bagi.”

“Kita mungkin tidak lagi bersama, tapi cinta kita akan selalu hidup. Aku harap kita akan tetap bahagia, meski dalam kisah yang berbeda,” lirih Azura.

Mereka duduk di tepi danau, berbicara tentang masa lalu, tentang mimpi yang terlupakan, dan tentang bagaimana kehidupan membentuk mereka menjadi versi yang baru.

Di bawah langit ini, dua hati yang pernah bersatu kini saling berbagi kisah dalam perjumpaan tak terduga di tepi danau yang penuh memori.

Mungkin kisah mereka hanya untuk di kenang, bukan di ulang, bahkan di perbaiki.

Tapi setiap kisah yang pernah terjadi antara mereka, akan abadi dalam mesin waktu yang terus merindu.

Kini Azura berterima kasih kepada masa abu putihnya. Masa di mana dunia terasa begitu indahnya. Masa yang tidak akan pernah Azura lupakan selama hidup di dunia.

Azura berterima kasih kepada orang-orang baik yang pernah ditemui. Terlepas dari bagaimana cara Azura dan Bima berpisah, pertemuan dengan Bima adalah perjalanan terindah Azura di masa SMA.

Terkadang, pertemuan dan perpisahan terjadi begitu cepat. Namun, kenangan dan perasaan tertinggal terlalu lama.

Selamat tinggal, masa SMA. Seperti halaman buku yang berbalik, kau telah menjadi kisah indah yang abadi dalam hati. Sampai jumpa di bab selanjutnya! (*)

Dalam sunyi malam, gadis itu duduk di tepi jendela kamarnya. Tatapannya terpaku melihat setiap lembar foto dalam album yearbook SMA-nya dulu. Secepat itu waktu berjalan. Meninggalkan serpihan kenangan yang mustahil untuk di lupakan.

IA tersenyum, ternyata memang seindah itu masa abu putihnya. Masa di mana hanya ada tawa tanpa harus memikirkan riuhnya dunia, masa di mana ketakutan hanya tentang ujian matematika bukan ketakutan akan jahatnya semesta.

YupitaTiga tahun berlalu dengan sempurna,  membawanya di kehidupan yang harus berjalan dengan semestinya.

Bersama kisah-kisah indah yang akan tetap hidup dalam renjana yang abadi.

“Kenapa hidup harus serumit ini setelah lulus?” gumamnya sambil memandangi wajah-wajah ceria di foto itu.

- Advertisement -

Azura Elara Malik, mahasiswi di salah satu kampus ternama di Bandung yang tahun ini genap berusia 21 tahun.

Besok pagi Azura akan pulang ke rumahnya, di sebuah kota kecil di Jawa Timur yang sudah setahun ini tidak ia kunjungi.

Azura sangat antusias untuk pulang. Menjemput obat atas segala kerinduan, di sana tentunya.

Langit silih berganti dari biru terang hingga ke nuansa senja yang menawan. Tak terasa Azura telah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan.

Ia telah sampai di kotanya. Kota kecil ini masih tetap sama, wangi tanah basahnya menyapa hidungnya begitu Azura menginjakkan kaki di sana.

Dalam hembusan angin Azura kembali merasakan kenikmatan udara yang menenangkan.

Setelah tidak lama berjalan kaki dan mencari, akhirnya Azura menemukan ojek untuk mengantarnya pulang.

Rumah ini masih tetap sama, membuat Azura teringat masa kecilnya yang penuh keceriaan. Ia tidak bisa menahan senyumnya ketika bertemu ayah dan bundanya. Pelukan yang sudah lama tidak Azura rasakan.

Dengan hati yang penuh rindu, Azura membuka pintu kamarnya. Aroma harum kenangan langsung menyergap indera penciumannya ketika Azura melangkah masuk.

Setiap sudut di ruangan itu menyimpan jejak-jejak masa lalu yang telah lama terpendam. Azura berbaring di kasurnya.

Dengan perlahan, matanya terpejam, dan setelah beberapa menit berlalu napasnya berubah menjadi irama tidur yang tenang.

Matahari menari di balik tirai tipis kamarnya.  Matanya perlahan terbuka pada pagi yang tenang.

Azura berniat untuk pergi ke suatu tempat. Tempat penuh cerita dan kenangan bersama seseorang. Tempat yang hampir se tiap harinya ia datangi dulu.

Di setiap kerinduan yang ada, Azura menyadari bahwa yang paling Azura rindukan adalah dia. Seseorang yang mampu membuatnya tersenyum tiap detiknya.

Seseorang yang bisa membuatnya percaya perihal dunia akan selalu memberikan hal-hal sederhana untuk sekadar tertawa.

Dalam perjalanannya menuju danau, tanpa sengaja Azura melewati sekolahnya dulu. Hal itu membawanya semakin masuk di masa abu putih yang penuh dengan nostalgia.

Terlihat jelas, bekas-bekas jejak di aspal itu adalah jejak langkahnya ketika masih mengenakan seragam sekolah menengah atas.

Bangunan sekolah yang tampak dari kejauhan memancarkan aura kenangan yang kembali hidup dalam ingatannya. Seakan-akan waktu berputar mundur.

Azura merasa seolah-olah kembali ke masa-masa indah itu. Detik itu, ingatan tentang dia, teman-temannya, senyuman di koridor, dan tawa riuh dalam kelas mengalir dalam benak Azura.

Meski perjalanan ini semula hanya menuju danau, namun tak terduga, jalan kenangan membawanya pada detik-detik bahagia yang pernah dijalaninya.  Azura tersenyum,

“Waktu memang memiliki kekuatan untuk menghidupkan kembali kenangan. Meskipun pergi jauh, ternyata hatiku selalu punya ruang untuk mengenang kembali setiap kisah yang terlewati,” katanya menatap bangunan sekolahnya yang perlahan hilang dari pandangan.

Azura sampai di sebuah danau yang membawanya hanyut dalam setiap kisah yang pernah terjalin.

Di tepian danau yang tenang ini, Azura merasakan getaran kenangan yang  terpendam. Suasana damai dan gemerlap air memberi sentuhan pada tempat di mana dulu Azura dan dia membangun cerita bersama.

Melihat air yang mengalir dengan  tenang, pikirannya melayang pada momen-momen indah yang pernah terjadi di sini.

“Azura,” merasa mendengar namanya di panggil. Azura langsung menoleh ke belakang.

Di tepi danau yang memantulkan cahaya langit, Azura tak sengaja bertemu dengan sosok laki-laki yang menjadi masa lalunya.

Bima Damara, seseorang yang dulu pernah menjadi pacarnya sewaktu SMA. Bima adalah firstlove bagi Azura.

Mereka harus berpisah karena Bima harus melanjutkan kuliah di luar negeri.

Pandangan mata mereka bertemu, dan dalam sekejap, kilatan kenangan menghampiri.

“Azura Elara Malik, kan?” tanya Bima itu memastikan.

Azura tersenyum getir, “Iya, aku Azura, Bim.”

Bercampur rasa kaget dan haru, Azura mendapati dirinya berbicara dengan seseorang yang dulu bersama-sama merasakan kebahagiaan dan kepedihan di sini.

Di dalam tatapan mata yang pernah sangat akrab, terpahat kisah yang telah lama terpendam.

“Sudah lama sekali, ya?” tanya Bima lembut.

Azura menatap Bima dengan tatapan penuh makna.

“Iya Bim, sangat lama. Aku gak bakal menduga kita akan ke temu di sini,” jawab Azura.

Bima menatap Azura, mencoba membaca ekspresi yang terpantul di wajahnya. Rasa ragu dan kecanggungan seolah terlihat di mata mereka, tetapi di balik itu ada rasa rindu yang memancar dengan hebatnya.

“Gimana kabarnya? baik-baik saja kan?” ucap Bima.

Azura tersenyum pahit, “banyak hal yang berubah Bim, dunia terasa mengerikan sejak aku lulus, sejak aku dan kamu memutuskan berhenti saat itu.”

Bima merenung sejenak, “waktu akan terus berjalan Azura. Aku yakin kita bisa melewatinya dengan sempurna, walau harus hidup bersama kenangan yang kita bagi.”

“Kita mungkin tidak lagi bersama, tapi cinta kita akan selalu hidup. Aku harap kita akan tetap bahagia, meski dalam kisah yang berbeda,” lirih Azura.

Mereka duduk di tepi danau, berbicara tentang masa lalu, tentang mimpi yang terlupakan, dan tentang bagaimana kehidupan membentuk mereka menjadi versi yang baru.

Di bawah langit ini, dua hati yang pernah bersatu kini saling berbagi kisah dalam perjumpaan tak terduga di tepi danau yang penuh memori.

Mungkin kisah mereka hanya untuk di kenang, bukan di ulang, bahkan di perbaiki.

Tapi setiap kisah yang pernah terjadi antara mereka, akan abadi dalam mesin waktu yang terus merindu.

Kini Azura berterima kasih kepada masa abu putihnya. Masa di mana dunia terasa begitu indahnya. Masa yang tidak akan pernah Azura lupakan selama hidup di dunia.

Azura berterima kasih kepada orang-orang baik yang pernah ditemui. Terlepas dari bagaimana cara Azura dan Bima berpisah, pertemuan dengan Bima adalah perjalanan terindah Azura di masa SMA.

Terkadang, pertemuan dan perpisahan terjadi begitu cepat. Namun, kenangan dan perasaan tertinggal terlalu lama.

Selamat tinggal, masa SMA. Seperti halaman buku yang berbalik, kau telah menjadi kisah indah yang abadi dalam hati. Sampai jumpa di bab selanjutnya! (*)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

Afiks

Mimpi yang Tak Pernah Tidur

Sekumpulan Capung di Atas Pohon Kurma

Seekor Tikus Terkapar di Jalan

Pertemuan Ahli Tarekat

spot_img