spot_img
spot_img

Silpa 2021 Kabupaten Tuban Tembus Rp 780 Miliar

spot_img

TUBAN, Radar Tuban – Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Tuban 2021 banyak yang tak terserap. Panitia khusus (pansus) DPRD Tuban dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2021 menemukan sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2021 mencapai Rp 780 miliar.

Besaran silpa itu setara 32 persen dari total APBD Tuban sebesar Rp 2,4 triliun.

Tingginya anggaran yang tidak terbelanjakan itu karena banyaknya program  pemerintah pusat yang tidak terealisasi. Juga, dugaan salah perencanaan Pemkab Tuban terhadap APBD tahun berkenaan.

Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Wakil Ketua Pansus DPRD Tuban Pembahasan LKPJ 2021 Tuban Luluk Khamim Muzizat mengatakan, tingginya silpa disebabkan dua permasalahan.

Pertama, karena adanya program yang direncanakan oleh pemerintah pusat dan tidak bisa dilaksanakan. Salah satunya program sektor pendidikan untuk anggaran gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) 2021 dengan asumsi 3 ribu guru.

Untuk P3K, Pemkab Tuban sudah menganggarkan Rp 130 miliar, namun sampai akhir tahun anggaran tersebut tidak terserap. Karena belum memiliki surat keputusan (SK), 2.008 guru P3K yang lulus seleksi belum bisa dibayarkan.

Selain dari sektor pendidikan, menurut politisi PKB ini, silpa disebabkan perencanaan yang kurang matang dan membuat target belanja Pemkab Tuban tidak maksimal.

Karena silpa dari pembangunan fisik tidak terealisasi, anggaran Covid-19 banyak tidak terserap.

‘’Dan, alokasi dana tidak terduga di 2021 yang terlalu tinggi itu yang membuat silpa semakin tinggi,’’ bebernya.

Temuan tersebut, kata politisi asal Kecamatan Palang ini, bakal menjadi rekomendasi pansus.

Sampai kemarin LKPJ masih dalam pembahasan pansus. Agendanya tahap penuntasan.

‘’Rekomendasi itu bakal disampaikan di paripurnarekomendasi LKPJ,’’ tegasnya.

Selain silpa, DPRD juga menyoroti beberapa problem di Tuban yang bakal menjadi rekomendasi pansus. Rencananya, paripurna rekomendasi LKPJ bakal digelar Rabu (23/2).

Terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian (Dinkominfo SP) Tuban Arif Handoyo menjabarkan, angka silpa 2021 sementara tercatat sekitar Rp 738 miliar. Besarnya angka silpa tersebut, kata dia, antara lain disebabkan karena adanya dana silpa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr R. Koesma Tuban, dana bantuan operasional sekolah (BOS), dan dana kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional pada 33 puskesmas dan dana earmark yang penggunaannya sudah  ditentukan dengan pedoman atau juknis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau provinsi.

‘’Dana itu seperti dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT), dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dan bagi hasil pajak rokok dan bantuan keuangan provinsi,’’ bebernya.

Arif kemudian mencontohkan penggunaan dana DBHCHT yang hingga akhir Desember 2021 juknisnya belum diterbitkan. Karena itu, penggunaan dana tersebut tidak bisa direalisasikan pada 2021 dan menjadi silpa.

Begitu juga dengan dana DAU earmark untuk penggajian guru P3K sebanyak 3.009 orang. Pelaksanaannya tidak bisa terserap pada 2021.

Selain dana earmark, nilai silpa 2021 juga berasal dari belanja tidak terduga yang dianggarkan cukup besar pada APBD 2021.

‘’Sesuai arahan Kemendagri agar menyediakan anggaran yang memadai untuk penanganan covid pada belanja tidak terduga, tapi menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan penyerapannya tidak terlalu besar ,’’ ujarnya.

Tingginya siltap, lanjut dia, juga karena adanya pelampauan pendapatan dari dana transfer berupa penyaluran kurang bayar tahun 2020 pada dana bagi hasil pajak pusat dan provinsi yang disalurkan pada periode akhir 2021. (fud/ds)

TUBAN, Radar Tuban – Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Tuban 2021 banyak yang tak terserap. Panitia khusus (pansus) DPRD Tuban dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati 2021 menemukan sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) 2021 mencapai Rp 780 miliar.

Besaran silpa itu setara 32 persen dari total APBD Tuban sebesar Rp 2,4 triliun.

Tingginya anggaran yang tidak terbelanjakan itu karena banyaknya program  pemerintah pusat yang tidak terealisasi. Juga, dugaan salah perencanaan Pemkab Tuban terhadap APBD tahun berkenaan.

Dikonfirmasi Jawa Pos Radar Tuban, Wakil Ketua Pansus DPRD Tuban Pembahasan LKPJ 2021 Tuban Luluk Khamim Muzizat mengatakan, tingginya silpa disebabkan dua permasalahan.

Pertama, karena adanya program yang direncanakan oleh pemerintah pusat dan tidak bisa dilaksanakan. Salah satunya program sektor pendidikan untuk anggaran gaji pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) 2021 dengan asumsi 3 ribu guru.

- Advertisement -

Untuk P3K, Pemkab Tuban sudah menganggarkan Rp 130 miliar, namun sampai akhir tahun anggaran tersebut tidak terserap. Karena belum memiliki surat keputusan (SK), 2.008 guru P3K yang lulus seleksi belum bisa dibayarkan.

Selain dari sektor pendidikan, menurut politisi PKB ini, silpa disebabkan perencanaan yang kurang matang dan membuat target belanja Pemkab Tuban tidak maksimal.

Karena silpa dari pembangunan fisik tidak terealisasi, anggaran Covid-19 banyak tidak terserap.

‘’Dan, alokasi dana tidak terduga di 2021 yang terlalu tinggi itu yang membuat silpa semakin tinggi,’’ bebernya.

Temuan tersebut, kata politisi asal Kecamatan Palang ini, bakal menjadi rekomendasi pansus.

Sampai kemarin LKPJ masih dalam pembahasan pansus. Agendanya tahap penuntasan.

‘’Rekomendasi itu bakal disampaikan di paripurnarekomendasi LKPJ,’’ tegasnya.

Selain silpa, DPRD juga menyoroti beberapa problem di Tuban yang bakal menjadi rekomendasi pansus. Rencananya, paripurna rekomendasi LKPJ bakal digelar Rabu (23/2).

Terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian (Dinkominfo SP) Tuban Arif Handoyo menjabarkan, angka silpa 2021 sementara tercatat sekitar Rp 738 miliar. Besarnya angka silpa tersebut, kata dia, antara lain disebabkan karena adanya dana silpa Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD dr R. Koesma Tuban, dana bantuan operasional sekolah (BOS), dan dana kapitasi Jaminan Kesehatan
Nasional pada 33 puskesmas dan dana earmark yang penggunaannya sudah  ditentukan dengan pedoman atau juknis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau provinsi.

‘’Dana itu seperti dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT), dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dan bagi hasil pajak rokok dan bantuan keuangan provinsi,’’ bebernya.

Arif kemudian mencontohkan penggunaan dana DBHCHT yang hingga akhir Desember 2021 juknisnya belum diterbitkan. Karena itu, penggunaan dana tersebut tidak bisa direalisasikan pada 2021 dan menjadi silpa.

Begitu juga dengan dana DAU earmark untuk penggajian guru P3K sebanyak 3.009 orang. Pelaksanaannya tidak bisa terserap pada 2021.

Selain dana earmark, nilai silpa 2021 juga berasal dari belanja tidak terduga yang dianggarkan cukup besar pada APBD 2021.

‘’Sesuai arahan Kemendagri agar menyediakan anggaran yang memadai untuk penanganan covid pada belanja tidak terduga, tapi menyesuaikan perkembangan dan kebutuhan penyerapannya tidak terlalu besar ,’’ ujarnya.

Tingginya siltap, lanjut dia, juga karena adanya pelampauan pendapatan dari dana transfer berupa penyaluran kurang bayar tahun 2020 pada dana bagi hasil pajak pusat dan provinsi yang disalurkan pada periode akhir 2021. (fud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img