spot_img
spot_img

Maskuri, Profesor Asal Desa Klotok, Plumpang

Kuliah Nyambi Jual Majalah, Sekarang Rektor Unisma

spot_img

Lahir di tengah keterbatasan fasilitas di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, tak membuat Maskuri, 54, patah semangat merajut mimpi. Dia membuktikan bahwa anak desa juga bisa menjadi profesor hingga menjadi rektor Universitas Islam Malang (Unisma) selama dua periode.

—————————————————————–

SAAT dikukuhkan menjadi profesor bidang pendidikan agama Islam pada 1 Januari 2014, Maskuri masih menjabat sebagai pembantu rektor III Unisma. Tak lama setelah pengukuhan gelar tertinggi bidang pendidikan tersebut, Maskuri diberi amanah untuk menjadi rektor kampus swasta di Malang itu selama dua periode, 2014 – 2018 dan 2018 – 2022.

Siapa sangka akademisi yang kini memimpin banyak organisasi besar tersebut lahir dan besar di Dusun Landean, Desa Klotok, Kecamatan Plumpang.

Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Maskuri bercerita banyak seputar masa kecil hingga remajanya. Akademisi yang juga ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama ini lahir pada 10 September 1967 di Tuban. Dia dibesarkan oleh pasangan (alm) H. Abu Syukur dan Hj. Shofiyah yang merupakan petani.

Sejak kecil, Maskuri sudah terbiasa hidup serbaketerbatasan. ‘’Setelah pulang sekolah, saya selalu mencari rumput di Desa Compreng, Kecamatan Widang untuk tambahan uang saku,’’ kenangnya.

Setelah lulus dari salah satu madrasah aliyah (MA), Maskuri mengalami perdebatan batin yang hebat. Ayahnya, Abu Syukur sempat melarangnya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Alasannya, sang ayah ingin Maskuri melanjutkan menggarap sawah. Berbeda dengan Shofiyah, ibunya. Dia justru mendukung Maskuri melanjutkan kuliah ke luar kota untuk meraih cita-citanya. ‘’Kedua orang tua buta huruf, tidak bisa baca dan tulis. Tapi, doa mereka selalu mengiringi saya,’’ ucap dia.

Setelah memutuskan kuliah S-1 di Fakultas Tarbiyah Unisma, Maskuri menghadapi persoalan keuangan yang menuntutnya harus mencari pemasukan. Dia pun memutuskan jualan majalah remaja Anak Saleh dari rumah ke rumah. Sasarannya kantor LP Ma’arif NU di sekitar Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro.

Dukungan penuh dari kedua orang tua membuatnya tak menyerah. ‘’Saya yakin tidak ada doa dari orang tua yang tidak menembus langit,’’ tuturnya.

Suami dari Rausana ini mengatakan, saat menjadi mahasiswa, dia aktif di sejumlah organisasi. Dikenal sebagai aktivis pergerakan mahasiswa di era Orde Baru, membuat Maskuri dikenal banyak orang. Saat diterima menjadi dosen, karir Maskuri terus meroket hingga dipercaya memimpin banyak organisasi di kampusnya.

Begitu pula sekarang. Dia juga dipercaya sebagai ketua umum Asosiasi Pascasarjana Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia.

Apakah ada keinginan kembali ke Tuban? Bapak tiga anak ini mengakui hingga saat ini masih sering pulang kampung untuk tilik ibunya yang tinggal dengan adiknya di Desa Klotok. Minimal tiap dua pekan sekali, Maskuri selalu ke rumah sang bunda yang saat ini berdagang di dekat rumahnya.

Kalau memiliki banyak waktu, dia selalu menjadwalkan untuk bermalam di Tuban. Jika jadwal padat, Maskuri tetap menyempatkan pulang walau hanya 2-3 jam. ‘’Ada keinginan suatu saat untuk mengabdikan diri ke Tuban,’’ ujarnya.

Lulusan Pascasarjana Universitas Brawijaya (UB) Malang ini adalah orang Tuban kedua yang pernah menjabat sebagai rektor Unisma. Sebelumnya, M. Tholchah Hasan juga merupakan putra Bumi Ronggolawe yang sukses memimpin Unisma hingga dipercaya menjadi menteri agama pada era Presiden Abdurrahman Wahid.  ‘’Semoga bisa mengikuti jejak beliau (Tholchah Hasan),’’ tutur santri lulusan Ponpes Langitan, Tuban itu. (yud/ds)

Lahir di tengah keterbatasan fasilitas di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, tak membuat Maskuri, 54, patah semangat merajut mimpi. Dia membuktikan bahwa anak desa juga bisa menjadi profesor hingga menjadi rektor Universitas Islam Malang (Unisma) selama dua periode.

—————————————————————–

SAAT dikukuhkan menjadi profesor bidang pendidikan agama Islam pada 1 Januari 2014, Maskuri masih menjabat sebagai pembantu rektor III Unisma. Tak lama setelah pengukuhan gelar tertinggi bidang pendidikan tersebut, Maskuri diberi amanah untuk menjadi rektor kampus swasta di Malang itu selama dua periode, 2014 – 2018 dan 2018 – 2022.

Siapa sangka akademisi yang kini memimpin banyak organisasi besar tersebut lahir dan besar di Dusun Landean, Desa Klotok, Kecamatan Plumpang.

Kepada Jawa Pos Radar Tuban, Maskuri bercerita banyak seputar masa kecil hingga remajanya. Akademisi yang juga ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama ini lahir pada 10 September 1967 di Tuban. Dia dibesarkan oleh pasangan (alm) H. Abu Syukur dan Hj. Shofiyah yang merupakan petani.

- Advertisement -

Sejak kecil, Maskuri sudah terbiasa hidup serbaketerbatasan. ‘’Setelah pulang sekolah, saya selalu mencari rumput di Desa Compreng, Kecamatan Widang untuk tambahan uang saku,’’ kenangnya.

Setelah lulus dari salah satu madrasah aliyah (MA), Maskuri mengalami perdebatan batin yang hebat. Ayahnya, Abu Syukur sempat melarangnya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Alasannya, sang ayah ingin Maskuri melanjutkan menggarap sawah. Berbeda dengan Shofiyah, ibunya. Dia justru mendukung Maskuri melanjutkan kuliah ke luar kota untuk meraih cita-citanya. ‘’Kedua orang tua buta huruf, tidak bisa baca dan tulis. Tapi, doa mereka selalu mengiringi saya,’’ ucap dia.

Setelah memutuskan kuliah S-1 di Fakultas Tarbiyah Unisma, Maskuri menghadapi persoalan keuangan yang menuntutnya harus mencari pemasukan. Dia pun memutuskan jualan majalah remaja Anak Saleh dari rumah ke rumah. Sasarannya kantor LP Ma’arif NU di sekitar Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro.

Dukungan penuh dari kedua orang tua membuatnya tak menyerah. ‘’Saya yakin tidak ada doa dari orang tua yang tidak menembus langit,’’ tuturnya.

Suami dari Rausana ini mengatakan, saat menjadi mahasiswa, dia aktif di sejumlah organisasi. Dikenal sebagai aktivis pergerakan mahasiswa di era Orde Baru, membuat Maskuri dikenal banyak orang. Saat diterima menjadi dosen, karir Maskuri terus meroket hingga dipercaya memimpin banyak organisasi di kampusnya.

Begitu pula sekarang. Dia juga dipercaya sebagai ketua umum Asosiasi Pascasarjana Perguruan Tinggi Swasta se-Indonesia.

Apakah ada keinginan kembali ke Tuban? Bapak tiga anak ini mengakui hingga saat ini masih sering pulang kampung untuk tilik ibunya yang tinggal dengan adiknya di Desa Klotok. Minimal tiap dua pekan sekali, Maskuri selalu ke rumah sang bunda yang saat ini berdagang di dekat rumahnya.

Kalau memiliki banyak waktu, dia selalu menjadwalkan untuk bermalam di Tuban. Jika jadwal padat, Maskuri tetap menyempatkan pulang walau hanya 2-3 jam. ‘’Ada keinginan suatu saat untuk mengabdikan diri ke Tuban,’’ ujarnya.

Lulusan Pascasarjana Universitas Brawijaya (UB) Malang ini adalah orang Tuban kedua yang pernah menjabat sebagai rektor Unisma. Sebelumnya, M. Tholchah Hasan juga merupakan putra Bumi Ronggolawe yang sukses memimpin Unisma hingga dipercaya menjadi menteri agama pada era Presiden Abdurrahman Wahid.  ‘’Semoga bisa mengikuti jejak beliau (Tholchah Hasan),’’ tutur santri lulusan Ponpes Langitan, Tuban itu. (yud/ds)

Untuk mendapatkan berita-berita terkini Radartubanbisnis.com Koran Bisnis e Wong Tuban

Ikuti Kami:
Telegram: t.me/radartuban
MSN: tinyurl.com/yw4tx2rx

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Radar Tuban WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vafat2k77qVMQiRsNU3o. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
spot_img
spot_img

Artikel Terkait

spot_img